Sabtu (14/10/23) saya mendapat kesempatan diskusi online dalam rangka Bedah Majalah Digital Silatnas 2023. Pada momentum itu saya menerangkan bahwa media adalah ruh, nafas, dari gerakan umat dan peradaban.
Ada beberapa fakta yang melatari hal itu.
Pertama, umat Islam sangat erat dengan gagasan. Bahkan secara ajaran, Islam dengan ilmu adalah identik. Iman, syahadat, dalam Islam, mensyaratkan ilmu (QS. 47: 19).
Kedua, Islam adalah ajaran yang mendorong umatnya aktif melakukan dakwah, sehingga media dengan sejarah modern umat Islam adalah hal yang tak terpisahkan.
Para tokoh negeri, mulai dari Soekarno, Bung Hatta, hingga Natsir dan Buya Hamka, seluruhnya adalah orang-orang yang aktif dalam perjuangan kemerdekaan melalui media.
Umat Islam mulai aktif dalam geliat penerbitan media massa pada pertengahan abad ke-19 M. Seperti surat kabar pekanan Bromartani terbit pada 1855 di Surakarta dan Djawi Kanda terbit pada 1891.
Selanjutnya bermunculan berbagai macam media massa, seperti Guntur Bergerak, Benih Merdeka, Suara Rakyat Indonesia, Sinar Merdeka dan Sinar Indonesia.
Baca Juga: Malu Kepada Buya Hamka, Mengapa Kita Tidak Menulis?
Hingga tiba masa Buya Hamka menjadi pemimpin redaksi Majalah Pedoman Masyarakat. Sebuah majalah yang mengupas pengetahuan umum, agama, dan sejarah. Majalah itu beroplah 500 eksemplar ketika terbit perdana pada 1935.
Media Perjuangan
Sebagaimana para tokoh bangsa yang memiliki visi jauh, memandang penting hadirnya media massa, demikian pula halnya dengan Ustadz Abdullah Said.
Ustadz Abdullah Said punya gagasan tentang media massa. Maka beliau dan para sahabatnya berjuang mendirikan Majalah Suara Hidayatullah, yang belakangan kami akrab menyebutnya dengan Majalah Sahid.
Majalah ini bukan sekadar media massa biasa (seperti umumnya). Hal ini karena konten majalah bukan semata berita, tetapi banyak hal lain yang penting jadi bacaan keluarga Muslim.
Lebih menarik lagi kalau melihat bagaimana proses menulis dilakukan. Bukan sebatas mengandalkan hasil bacaan (riset) semata, tetapi tetap menghubungkannya dengan relasi vertikal, kepada Rabbul ‘Alamin.
Mahladi, jurnalis senior di Majalah Sahid menuturkan hal itu dengan jelas.
“Allahuyarham KH Abdullah Said, pendiri Hidayatullah, (setiap) akan menulis naskah untuk dimuat di rubrik Kajian Utama Majalah Suara Hidayatullah, beliau selalu berwudhu terlebih dahulu. Bahkan beliau juga shalat sunnah dua rakaat, baru beliau menulis. Sering pula beliau menulis setelah menunaikan shalat malam.”
Tidak heran kalau kemudian dari bacaan Majalah Sahid pada era Ustadz Abdullah Said, banyak orang yang tersedot ke Gunung Tembak.
Dari mereka ada yang datang dari Jawa, Sulawesi bahkan sudah bekerja di Kalimantan Timur, meninggalkan semua itu dan berjuang untuk umat melalui Pesantren Hidayatullah.
Bahkan sebagian orang, terutama yang berada di perkotaan, mereka tidak tahu Pesantren Hidayatullah, tetapi mereka paham apa itu Majalah Hidayatullah.
Majalah Digital
Menyambut Silaturrahim Nasional (Silatnas) yang akan berlangsung pada 23-26 November 2023, Media Center Silatnas mengamanahkan saya menjadi pemimpin redaksi Majalah Digital Silatnas.
Lagi-lagi ini adalah satu kesadaran mendasar yang patut kita syukuri.
Karena dengan adanya Majalah Digital ini, kita tidak saja dapat mengabarkan apa saja perihal agenda dan gagasan menjelang Silatnas. Lebih substansial, kita berada dalam jalur penting, mewarisi semangat juang dan pemikiran Ustadz Abdullah Said tentang dakwah melalui media.
Meski begitu ini tidak mudah, karena kita berada di era, dimana media begitu mudah dan murah, namun minat baca orang begitu rendah.
Namun, semakin kita kuat menjaga tradisi perjuangan melalui media, semakin akan mudah muncul kader-kader umat yang cakap dan visioner dalam perjuangan media massa, seperti para pendahulu umat, bangsa dan negara.
Baca Lagi: Motivasi dan Inspirasiku Menulis
Dan, karena itu seperti saran dari Bang Hadi Nur Ramadhan, kita perlu 5 M untuk punya kekuatan juang itu. Mujahadah, Mulazamah, Membaca, Mudzakarah, dan Menulis. Semua itu adalah vitamin utama bagi para pegiat media massa.*