Maukah Pemerintah Menjadikan Penduduk Pribumi Kaya? Itu adalah pertanyaan besar dari seorang Wakil Ketua Umum MUI Pusat, Anwar Abbas dalam artikelnya yang berjudul “Nasib Ekonomi Umat Islam: Keresahan Jusuf Kalla dan Ciputra.”
Sebagaimana orang lihat, JK berulang kali mengunggah keresahan hatinya mengenai jumlah pribumi yang beragama Islam. Mayoritas namun sangat minoritas dalam hal kekuatan ekonomi.
Baca Juga: Islam dan Gerak Ekonomi Indonesia
Dari 10 orang hanya 1 saja yang beragama Islam. Sementara kalau ada 100 orang miskin, 90% bisa orang Islam (penduduk asli).
JK menyadari bahwa memang dari sisi etos kerja, orang keturunan lebih kuat. Namun, Anwar Abbas melihat apakah pemerintah mau menjadikan penduduk asli kaya di negeri ini?
Hal itu ia sampaikan atas saran Ciputra agar orang penduduk asli bisa jadi orang kaya dengan jadi pengusaha.
Ciputra memberikan 3 rekomendasi, bahwa harus ada orang tua, lingkungan dan guru.
Indonesia tak memiliki ketiga-tiganya. Jadi Ciputra ingin agar Jokowi-JK (yang berkuasa) kala itu mau mencetak lulusan-lulusan yang siap jadi pengusaha dari anggaran negara.
Jadi pemerintah jangan hanya bisa melahirkan lulusan pencari kerja, tetapi juga siap menjadi pengusaha, entrepreneur mentality.
Sisi lain, Gus Baha juga mengingatkan bahwa untuk hidup yang makmur umat Islam harus melepaskan diri dari kemalasan.
Kemalasan adalah sebab dari segala keterpurukan. Kalau orang pagi-pagi sukanya tiduran sementara orang lain sudah berjibaku dengan pekerjaan, ya, jangan iri kalau bangsa lain unggul, sementara bangsa sendiri ya,begitu-begitu saja.
Karena memang tidak mau tumbuh dan memperbaiki diri. Hasilnya ya, seperti itu.
Akan tetapi, faktanya banyak juga penduduk negeri ini yang etos kerja keras tinggi.
Hanya saja memang butuh sentuhan ilmu, manajerial hingga leadership. Di sinilah pemerintah punya peran strategis menjawabnya secara sistem dan kebijakan.
Melonjaknya Pekerja Informal
Pertanyaan Anwar Abbas dan keresahan JK memang bukan isapan jempol.
Fakta terbaru sebagaimana laporan Koran Tempo edisi 10 Mei 2023, jumlah pekerja sektor informal terus meningkat.
Februari 2023 BPS mencatat ada 83,34 juta penduduk bekerja di sektor informal. Setara 60,12%.
Sektor formal sebanyak 55,29 juta orang alias 39,88%.
Angka 2023 naik daripada 2022 yang hanya 56,64%
Kemudian sektor formal, 43,36%.
Sektor informal terus mengalami kenaikan.
Sektor formal itu buruh, karyawan, pegawai dan pengusaha yang dibantu buruh tetap atau dibayar.
Informal, berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap atau tidak dibayar, pekerja bebas, dan pekerja keluarga atau tidak dibayar.
Fakta itu bisa jadi kelemahan. Namun, kalau pemerintah bisa menghadirkan program yang dapat menyentuh lahirnya akselerasi masyarakat dalam hal mentality entrepreneurship secara sistematis dan masif, itu juga peluang kemajuan ekonomi.
Dua Sayap
Mengatasi kemiskinan dan sedikitnya orang pribumi yang menjadi kaya raya memerlukan gerakan sinergi dua sayap, rakyat dan pemerintah.
Dari sisi mental, rakyat harus kita dorong untuk lebih aktif dalam kemajuan diri dan ekonomi.
Dari sisi regulasi, aturan yang sehat, pemerintah harus punya komitmen tinggi. Pasalnya sejauh ini, setiap pemerintahan hanya mau ada data angka kemiskinan turun.
Baca Lagi: Belajar Kebijakan Ekonomi Para Penguasa
Akan tetapi orang miskin tetap saja tidak berkurang.
Apalagi ketika Bank Dunia merilis kriteria baru, yakni angka paritas daya beli (Purchasing Power Parity) Menteri Keuangan Sri Mulyani langsung mengatakan bahwa 40% penduduk Indonesia seketika jatuh miskin.
Jadi, daripada kemiskinan diributkan dari sisi ukuran, lebih baik pemerintah dan rakyat (tentu dengan seluruh elemen seperti ormas dan LSM) bersinergi seperti dua sayap burung.
Hal itu lebih memberikan jawaban daripada berdebat ukuran.
Pertanyaannya sekarang apakah siap pemerintah membuat kebijakan besar lahirnya sinergi dua sayap yang akan menggetarkan dunia.*