Strategi, itulah yang kusampaikan ke teman-teman. Terutama kalau mendengar seseorang ingin berubah. Saya selalu menekankan pentingnya kesadaran diri. Tanpa kesadaran, perubahan hanya akan menjadi angan-angan. Padahal setiap orang pasti ingin sukses dalam agenda perubahan diri.
Salah satu sudut pandang rasional yang bisa kita gunakan adalah Stoikisme. Stoikisme mengajarkan bahwa untuk meraih kebahagiaan sejati, kita perlu terlebih dahulu mengenali diri kita.
Ulama terdahulu lebih tegas mengatakan itu. Siapa mengenali dirinya ia akan mengenali Tuhannya. Maksudnya mudah baginya untuk memilih jalan yang Tuhan bentangkan. Bukan jalan yang setan ilusikan.
Menyadari siapa kita, kekuatan dan kelemahan kita, adalah langkah pertama untuk berubah. Tanpa mengenal siapa diri kita sebenarnya, kita seperti berlayar tanpa peta di tengah lautan luas.
Strategi untuk Sehari-hari
Dalam kehidupan sehari-hari, ini bisa kita artikan dengan cara kita melihat dan menilai diri sendiri, baik itu dalam pekerjaan, hubungan, atau tujuan hidup kita.
Jangan terjebak dalam rutinitas yang mengabaikan refleksi diri. Luangkan waktu sejenak setiap hari untuk bertanya, “Apa yang sudah saya capai? Apa yang ingin saya capai?”
Ini bukan soal mencela diri, melainkan melihat dengan jujur dan terbuka. Berapa banyak orang, bahkan level tertinggi sebuah organisasi atau perusahaan menjalani hidup tak ubahnya robot?
Mereka lupa akan kebutuhan dasarnya, mengenali dirinya dengan baik. Karena hanya dengan pemahaman yang jernih tentang diri, kita bisa mulai merancang langkah-langkah konkret menuju perubahan.
Max Mckeown dalam “The Strategy Book” menerangkan bahwa strategi itu artinya kita ingin berpindah, bukan hanya soal tempat, tetapi juga kondisi, bahkan watak.
Max juga menulis, “Strategi adalah tentang membentuk masa depan.”
Jadi, setelah kita mengatakan ingin berubah, maka segeralah miliki strategi yang kita perlukan untuk benar-benar berubah.
Tak Perlu Buru-buru
Mengubah diri memang tak bisa instan. Seperti yang diajarkan oleh Stoikisme, perubahan sejati datang dari pemahaman yang mendalam dan sabar dalam prosesnya.
Strategi untuk mengubah diri kita memerlukan pemikiran yang tidak terburu-buru. Cobalah untuk berhenti sejenak, melihat ke dalam diri, dan memikirkan apa yang perlu diperbaiki. Ini adalah perjalanan yang penuh kesadaran dan penerimaan.
Kesadaran diri juga membantu kita memahami bahwa kita tidak selalu bisa mengontrol segala hal di luar diri kita.
Namun, kita selalu bisa mengontrol bagaimana kita meresponsnya. Inilah yang membedakan kebahagiaan yang sesungguhnya—berasal dari dalam, bukan dari pencapaian eksternal semata.
Meskipun sejatinya, ilmu dan kebijaksanaan hakikatnya milik Allah. Siapa berusaha mengikuti-Nya, jalan itu semakin terbuka.
Simak dalam Alquran, bagaimana Nabi Daud bisa membuat baju besi. Kemudian bagaimana Nabi Daud bisa bertasbih bersama dengan gunung-gunung dan burung-burung. Semua itu bukan kekuatan manusia. Tapi kepada manusia yang Allah pilih, apapun bisa Allah anugerahkan.
Strategi Perubahan: Langkah Kecil, Dampak Besar
Setelah kita sadar akan diri kita, langkah berikutnya adalah merancang strategi untuk perubahan. Tetapi ingat, perubahan itu tidak perlu dimulai dengan langkah besar.
Stoikisme mengajarkan bahwa perubahan yang besar berasal dari langkah-langkah kecil yang konsisten.
Ini adalah konsep yang sangat aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Mengubah kebiasaan yang buruk tidak perlu dilakukan dengan drastis, melainkan secara bertahap.
Sebagai contoh, jika Anda ingin lebih sehat, mulailah dengan berjalan kaki 10 menit setiap hari. Itu lebih baik daripada langsung berusaha berlari 5 km di hari pertama dan kemudian merasa frustasi.
Perubahan Berkelanjutan
Perubahan yang cepat mungkin tampak menarik, tetapi perubahan yang berkelanjutan datang dari usaha yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan ketekunan.
Strategi dalam Stoikisme mengajarkan kita untuk fokus pada kontrol kita terhadap tindakan, bukan hasil yang tak terduga.
Alih-alih berfokus pada pencapaian besar, fokuslah pada tindakan kecil yang konsisten. Setiap langkah kecil ini membentuk karakter dan kebiasaan kita, yang akhirnya akan menghasilkan perubahan yang lebih signifikan.
Tentu saja, dalam proses ini, kita akan menemui tantangan.
Namun, Stoikisme mengingatkan kita bahwa tantangan adalah bagian dari proses itu sendiri.
Daripada merasa frustasi, kita harus menerima setiap rintangan sebagai bagian dari perjalanan menuju tujuan.
Begitu kita menerima bahwa perubahan adalah proses, bukan tujuan yang instan, kita akan semakin mudah menikmati proses tersebut.*