Banyak orang tahu menulis itu baik bagi akal dan hati, bahkan perasaan. Sebagian telah berusaha menekuni dunia menulis. Tetapi sedikit orang yang bisa sampai pada level konsisten dalam menulis. Mengapa?
Alasan beragam. Namun, hal yang sebenarnya menyembul adalah perihal tekad atau niat untuk tidak berhenti.
Seperti ungkapan seorang tokoh komunikasi politik, orang Indonesia umumnya pandai memulai hal baru, tetapi tidak untuk merawat dan menekuninya.
Baca Juga: Menulis Sebagai Pembangkit Semangat – Mas Imam Nawawi
Kondisi itu berlaku umum, apapun itu. Termasuk orang yang awalnya menggebu-gebu ingin bisa berkebun, akhirnya berhenti. Karena memang tidak punya energi atau tepatnya argumentasi mengapa ia harus terus melakukannya.
Terbukti, banyak kisah para penulis hebat, mencuat bukan karena mereka cerdas belaka. Tetapi karena mereka tidak pernah mengenal kata berhenti dalam menulis.
Menulis Setiap Hari
Lalu bagaimana agar bisa konsisten? Menulislah setiap hari.
Saya sibuk, banyak rapat, pekerjaan dan sebagainya. Malah ada yang memang belum bisa menulis. Itu fakta. Tinggal sikap diri sendiri mau berlasan atau berkemauan.
Kalau sikap yang bertunas adalah berkemauan, maka ada atau tidak ada jalan, ia akan berusaha menerobos waktu dengan tetap menghasilkan sebuah tulisan.
Kemauan yang terus diasah lambat laun menggumpal menjadi budaya, kecerdasan dan energi. Sama seperti pemain sepakbola, mereka juga berhadapan dengan rintangan, tetapi mereka memilih tetap mempertajam sisi kemauan dalam kesadarannya.
Kalau benar ingin konsisten menulis, menulislah setiap hari. Tulis apa saja, syukur-syukur juga bisa tinggikan aspirasi masyarakat terkait situasi kontemporer, seperti menolak kenaikan BBM, mendorong Polri adil dan transparan dan sebagainya.
Sebab, dalam banyak sisi, menulis merupakan sarana perjuangan dan mencerdaskan kehidupan bangsa yang juga sangat strategis.
Dalam kata yang lain, siapa menulis ia ikut merawat nalar kritis, akhlak dan optimisme bangsa ini.
Landasi dengan Niat Lillah
Orang menulis setidaknya terbagi dalam tiga kelompok.
Pertama, menulis karena mendapatkan bayaran. Orang seperti ini terus mengasah kemampuan menulisnya bukan supaya pembaca cerdas, tetapi agar dirinya semakin hari semakin memiliki pundi-pundi Rupiah. Tidak masalah, sejauh tidak hoax dan membuayai alias memperdaya.
Kedua, menulis karena memang terampil menulis. Jenis ini biasanya suka menulis karena sudah memiliki skill dan terampil dalam menulis. Kalau ketemu penerbit ia senang. Tidak pun ia tidak akan pernah berhenti menulis. Karena ia memang terampil.
Baca Lagi: Cinta Membaca Membangun Dunia – Mas Imam Nawawi
Ketiga, menulis karena niat Lillah. Kelompok ini ada pada diri para ulama terdahulu, yang mereka menulis kitab dan pemikirannya tanpa orderan penguasa atau sponsor. Niat mereka tulus mendakwahkan Islam.
Sekarang tinggal mau yang mana. Sangat baik kalau bisa masuk kelompok orang yang menulis karena niat Lillah. Ini mungkin tidak dapat uang secara langsung, tapi ia dapat nutrisi iman dan kecerdasan, sehingga nalarnya terawat, orientasi hidupnya pun tetap sehat dan tidak sesat.*
Official Website Pemuda Hidayatullah | pemudahidayatullah.or.id