Home Artikel Mampukah Orang Indonesia Berpikir?
Mampukah Orang Indonesia Berpikir?

Mampukah Orang Indonesia Berpikir?

by Imam Nawawi

Judul “Mampukah Orang Indonesia Berpikir?” merupakan opini dari Frial Ramadhan Supratman di Kompas.id (9/5/24). Saya tertarik menulisnya karena dua alasan utama.

Pertama, berpikir itu pekerjaan setiap manusia yang hidup, apapun levelnya. Kedua, berpikir maju atau tertinggal itu relatif. Beberapa fakta nanti coba kita ulas.

Frial berangkat dari siniar (podcast) berbahasa Iggris yang dilakukan dua perempuan muda berbakat yang menyebut bahasa Indonesia adalah bahasa yang miskin kosa kata.

Pendek kata, kondisi itu menjadikan orang malas berpikir. Dan, karena itu sulit untuk berpikir kritis. Dari kasus itulah Frial kemudian memunculkan pertanyaan, mampukah orang Indonesia berpikir?

Sekalipun itu Frial mengaku terinspirasi dari buku dengan judul “Can Asians Think?” karya Kishore Mahbubani. Kemudian buku “Can Non-Europeans Think?” karya Hamid Dabashi.

Baca Juga: Pemuda Islam Menguasai Data

Pendapat pembaca, bagaimana?

Timur Menantang Barat

Frial menerangkan, “Kedua buku tersebut merupakan respons atas perkembangan terbaru dalam dunia pengetahuan ketika dunia Barat – yang sebelumnya dominan dalam memegang kendali produksi pengetahuan – mulai ditantang oleh usaha-usaha dari cendekiawan non-Barat dalam memikirkan kembali teori-teori, bahkan paradigma, yang pernah diproduksi di Barat sejak akhir abad ke-18.”

Dan, Asia mulai benar-benar menantang. Bukan saja pada tataran epistemologi, tetapi juga dari infrastruktur pengetahuan itu sendiri.

“Kampus-kampus Asia, mislalnya, sudah banyak yang merangkak naik menjadi kampus top dunia, seperti National University of Singapore dan Tsinghua University. Kedua kampus tersebut berasal dari Singapura dan China,” tulisnya lebih lanjut.

Pada tataran umum, kita bisa melihat bagaimana produk teknologi China, seperti Huawei, yang mampu menawarkan sentuhan teknologi yang sangat canggih dan terus berinovasi meski tidak dapat menggunakan Google adalah satu indikasi nyata, bagaimana China mulai menggugat Barat.

Orang Indonesia?

Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Sebuah informasi menyebutkan bahwa optimalisasi teknologi pada Galaxy AI milik Samsung, ada peran para software developer asal Indonesia yang tergabung dalam tim Samsung Research di Indoensia (SRIN). Head of AI di SRIN adalah Junaidillah Fadlil.

Sedangkan Frial langsung memberikan jawaban tegas, “Tentu saja iya, orang Indonesia mampu berpikir!”

Ia mengajukan sosok BJ Habibie yang berhasil mengenalkan pesawat N250 di Bandar Udara Husein Sastranegara pada 1995. Apakah fakta itu tidak jadi bukti orang Indonesia bisa berpikir?

Frial juga mengajukan dua nama lainnya, yakni Haji Agus Salim dan Pramoedya Ananta Toer. Haji Agus Salim sosok yang tidak pernah duduk di bangku kuliah namun mampu melawan Eurosentrisme jauh sebelum populernya kajian poskolonialisme.

Sebenarnya ada banyak nama lain yang juga mampu berpikir dan mengungguli bangsa penjajah seperti Belanda. Resolusi jihad misalnya, respon atas agresi militer Belanda di Surabaya. Merupakan sebuah ide cemerlang bagaimana upaya penjajahan harus berakhir di Indonesia.

Lebih-lebih kalau pakai sudut pandang Cak Nun soal kehidupan rakyat. Tidak ada rakyat negara lain yang bisa sekuat Indonesia. Tidak ada dukungan pemerintah dalam semua sektor kehidupan, masyarakat tetap hidup sebagaimana mestinya.

Hal ini menunjukkan bahwa tradisi berpikir tidak harus diukur dari teknologi semata. Akan tetapi sejauh mana ketangguhan mental untuk hidup tidak membebani pemerintah dan negara. Dan, rakyat Indonesia sudah membuktikan itu.

Keluar dari Standar Barat

Namun, menarik usulan Frial, ia mendorong kita harus keluar dari standar maju dalam pikiran Barat yaitu paradigma universalisme.

Baca Lagi: Perbaiki Profil Diri dalam Sehari

“Paradigma universalisme lahir dari rahim Pencerahan Eropa abad ke-18 yang melihat Eropa sebagai pusat dunia. Untuk itu, standar kemajuan yang sudah berkembang di sana dianggap sudah mewakili “semesta” (universe).

Dan, akibat dari paradigma itu, dalam penjelasan Frial, bangsa yang tak memenuhi standar kemajuan versi Barat, dianggap belum beradab alias barbar. Karena itu mereka yang barbar harus memakai standar kemajuan mereka melalui “bimbingan” dari para intelektual – bahkan sistem – Barat. Itulah penjajahan yang terselubung.

Namun, lebih dari apapun, tugas kaum muda Indonesia sekarang benar-benar membuktikan bahwa kita bangsa yang mampu berpikir jauh sejak sebelum Belanda datang menjajah Indonesia.

Soal Palestina, bisa jadi gerbang anak-anak Indonesia mengusulkan solusi kemerdekaan bagi bangsa yang terus dizalimi Israel itu. Karena penjajahan adalah budaya dari Barat. Jadi wajar kalau kita tidak bisa menunggu Barat mau mengakui Palestina.

Dari sisi teknologi, anak-anak Indonesia banyak yang memiliki kapasitas. Hanya saja semua itu butuh dukungan politik dan pendidikan.

Jika politisi hanya sibuk bertengkar, berebut kekuasaan, maka tugas anak muda untuk menjadikan politik kembali pada martabatnya, tempat bertengkarnya para pemilik gagasan untuk Indonesia maju. Indonesia yang mau dan mampu berpikir untuk kemajuan. Ingat dunia sedang menantikan pemikiran baru kaum muda dunia, termasuk Indonesia.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment