Home Kisah Mahasiswi yang Lebih dari Dugaan
Bahas bagaimana iman bekerja

Mahasiswi yang Lebih dari Dugaan

by Mas Imam

Suatu waktu tepatnya pekan lalu (11/3), saya diminta untuk meluangkan waktu berbagi cerita dengan para mahasiswi yang menimba ilmu di Ma’had Aly Pesantren Hidayatullah Tanjung Morawa Medan. Mereka benar-benar lebih dari dugaan.

Tapi, dua hari kemudian, fakta menjawab, uraianku perihal bagaimana menjadikan iman bekerja ternyata masuk dan itu terbukti melalui satu karya tulis seorang mahasiswi yang mengulas uraianku dengan begitu gamblang dan terang.

Saya dan bagian kemahasiswaan itu pun tersenyum bersama, lantas berucap, “Alhamdulillah.”

Baca Juga: Jangan Sampai Cepat Pikun

Ini berawal dari permintaan bagian kemahasiswaan agar diriku berkenan hadir dan sharing bersama mereka.Karena tidak ada “order” tema, maka berdasarkan analisa sederhana, kuputuskan mengupas perihal bagaimana iman seharusnya “bekerja.”

Bagi sebagian orang iman tentu sesuatu yang tetap dibiarkan abstrak. Tak terbayang olehnya, apalagi terpikir bagaimana mejadikan iman konkret dalam kesadaran lalu bekerja dengan kekuatan penuh.

Iman biasanya dianggap ada hanya kala di dalam masjid, memakai busana atau pun dalam kegiatan keagamaan. Akan tetapi, sejatinya iman lebih dari itu semua. Idealnya ia harus hidup dalam segala situasi dan kondisi.

Iman semestinya menjadikan sosok belia, remaja, mahasiswa bahkan pemuda memiliki visi hidup seperti Nabi Yusuf Alayhissalam.

Seperti jamak dipahami, visi adalah pandangan ke depan, gambaran keadaan kita di masa depan. Nabi Yusuf sejak belia telah memiliki impian besar bahwa kelak dirinya menjadi orang yang berharga dan mulia.

Namun, sebuah impian ibarat berlian dalam kehidupan, ia bukanlah hal yang mudah untuk digapai. Tetapi, berangkat dari visi inilah, iman Nabi Yusuf Alayhissalam dapat bekerja maksimal.

Kala dirinya dibenci oleh saudara-saudaranya, kemudian di lempar ke dalam sumur, Yusuf tidak mengeluh, tidak menangis, apalagi berkata, “Ayah dimana dirimu, aku ingin pulang.”

Semua adalah Kekayaan

Pada dasarnya, kala seorang manusia imannya bekerja dengan baik, maka ia akan melihat bahwa semua yang terjadi dan dialami dalam hidupnya hakikatnya adalah kekayaan dari sisi-Nya.

orang beriman akan gigih dalam usaha dan karya

orang beriman akan gigih dalam usaha dan karya

Orang bodoh akan masuk gerbang Qarun, yang memandag kekayaan sebatas harta benda. Orang beriman akan menyadari bahwa semua tempaan hidup yang harus dijalani adalah modal terpenting untuk meraih kekayaan hidup.

Ketika seorang mahasiswi menghendaki dirinya hafal Quran, maka iman akan mendorongnya untuk berpikir logis dan konsisten dalam melakukan upaya-upaya konkret di dalam mewujudkannya.

Berpikir logis maka ia akan melakukan perhitungan jelas walau sederhana. Misal ia akan menghitung jumlah halaman dalam Alquran, kemudian jumlah hari dalam setahun, lalu membandingkan keduanya untuk selanjutnya menetapkan satu usaha nyata berapa halaman yang harus ia hafal dan jaga hafalannya dalam setiap hari.

Dengan demikian, mahasiswi tidak perlu lagi berulang-ulang mengatakan, “Saya ingin menghafal Quran.” Tetapi ia mengisi hari demi harinya dengan kegiatan menghafal Quran.

Baca Juga: Jadilah Pemenang Sejati

Ketika langkah itu dilakukan penuh kesadaran, bukan mustahil ia akan sangat disiplin bahkan sibuk sekali dalam belajar. Tetapi, begitulah memang seharusnya, sehingga diri dapat memahami bahwa setiap waktu adalah sangat berharga dan itulah kekayaan hakiki.

Tidak Sibuk Tanda Iman Buruk

Ketika seseorang kosong dari segala kesibukan yang Allah ridhoi, maka sudah pasti ia akan terjerembab pada kekosongan yang melalaikan, bahkan mungkin lebih jauh terjebak pada kesibukan yang menjerumuskan.

Orang yang imannya bekerja ia akan memilih sibuk dalam kebaikan yang diperlukan bagi masa depannya baik di dunia maupun di akhirat.

Rasulullah SAW bersabda, “Barangisapa keluar dalam rangka menuntut ilmu maka dia berada di jalan Allah sampai dia kembali.” (HR. Tirmidzi).

Artinya, jika benar diri adalah mahasiswi, pembelajar tingkat tinggi, seharusnya yang pertama dan utama bekerja adalah iman, bukan rasa, apalagi persoalan yang tidak diperlukan dalam kehidupan, seperti urusan cinta, yang kerap membuat konsentrasi hilang entah kemana.

Pada akhirnya, orang yang beriman akan menjadikan pergiliran waktu, siang dan malam hanya untuk dua kegiatan, berdzikir atau bersyukur.

Nah, sudahkah kehidupan kita didominasi oleh dua kesibukan utama itu? Jika tidak, berarti iman dalam hati dalam kondisi buruk dan perlu segera divaksin agar dapat sehat kembali dan mampu bekerja dengan baik. Allahu a’lam.

Mas Imam Nawawi_Perenung Kejadian

Related Posts

Leave a Comment