Warna baru hadir mengisi ruang pemberitaan nasional, yakni Kepala BNPT datang ke MUI kemudian minta maaf soal data 198 pesantren terafiliasi teroris. Terhadap orang yang meminta maaf, Islam mengajarkan maafkan dan mulailah untuk melangkah maju. Jadi mari berikan maaf untuk BNPT .
Tempo mengabarkan bahwa Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar mendatangi Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat (3/2/22).
Baca Juga: Memulai Hidup Bahagia
Boy menjelaskan bahwa BNPT dan MUI mengupayakan adanya persamaan persepsi di antara perbedaan pendapat.
“Saya menyampaikan permohonan maaf karena penyebutan nama pondok pesantren diyakini melukai perasaan pengelola pondok, umat islam yang tentunya bukan maksud untuk itu,” ujar dia pada Kamis, 3 Februari 2022.
Menurut Boy, munculnya nama-nama pesantren tersebut tidak bermaksud mengeneralisir, demikian juga dengan yang terafiliasi. Dia menjelaskan bahwa terafiliasi yang BNPT sebutkan itu maksudnya berkaitan dengan individu bukan lembaga pondok pesantren secara keseluruhan.
“Jadi ada individu-individu yang terhubung dengan pihak yang terkena proses hukum terkait dengan teroriame,” kata Boy setelah pertemuan yang berlangsung kurang kebih dua jam setengah itu, seperti dimuat oleh Tempo.
Beruntung
Sekali lagi, walau mungkin sangat berat, umat Islam akan memberikan maaf.
Hal ini karena kekuatan ajaran dan pengamalan iman yang seutuhnya bersumber dari keteladanan Rasulullah SAW yang mendahulukan orang lain dalam urusan dunia, membalas keburukan dengan kebaikan, cepat memberi maaf dan ampunan, menerima permintaan maaf, bersifat ksatria dalam akhlak, lembut dan banyak lagi.
Oleh karena itu umat Islam komitmennya jelas akan senantiasa memberikan kontribusi baik secara totalitas bagi bangsa dan negara.
Keuntungan itu dua. Pertama, dalam kehidupan dunia kesepahaman bisa menjadi kekuatan kolektif sehingga ruang untuk melangkah maju dapat menjadi komitmen bersama.
Kedua, dalam kehidupan akhirat insha Allah ada pahala dari sisi Allah atas komitmen meneladani Rasulullah SAW yang cepat memberi maaf.
Perhatian
Tinggal ke depan, bagaimana segala bentuk stigma terhadap umat Islam benar-benar segera sirna. Sebab umat Islam adalah bagian dari bangsa dan negara yang sama-sama kita cintai ini dengan asas ber-Ketuhanan Yang Maha Esa ini.
Sebab bangsa Indoensia ini memiliki ikatan sejarah dan spirit bahkan haluan berbangsa dan bernegara dari ajaran dan umat Islam itu sendiri.
Ketika kolonialisme berlangsung semasa Belanda menjajah Indonesia, umat Islam-lah yang hadir pada garda depan melawan penjajahan. Mulai dari Perang Paderi, Sumbar (1821-1828), Perang Diponegoro (1825-1830), dan Perang Aceh (1875-1903).
Artinya, soal nasionalisme dan kecintaan terhadap bangsa, umat Islam tidak perlu menjadi pihak yang penting mendapatkan pengajaran apalagi sampai melihat umat Islam tidak punya rasa yang amat penting dalam membangun keharmonisan kehidupan berbangsa dan bernegara itu.
Sebagai agama wahyu yang juga pesan dari Nabi akhir zaman, jelas Islam selalu aktual dan faktual. Kala bangsa ini mengalami penjajahan, umat Islam bangkit dan melawan penjajahan.
Seperti pandangan Kuntowijoyo (Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia) akan selalu ada upaya dari generasi umat Islam menerjemahkan Islam dalam konteks yang aktual dalam bahasa yang baru, serta mencoba merumuskan norma-norma Islam ke dalam berbagai konsep baru.
Jadi, penting menjadi perhatian semua pihak, bahwa adalah sebuah langkah yang merugikan jika umat Islam Indoensia selalu menjadi pihak yang tersudut. Sebab dari sisi sejarah dan ajaran, Islam selalu mendorong progresifitas dalam segala sisi kehidupan.
Oleh karena itu, lagu lama seperti “terorisme” sudah seharusnya sama-sama kita campakkan ke tempat yang relevan.
Baca Lagi: Kreatif Melihat Indonesia
Dan, kalau ada kekeliruan yang terjadi kebetulan pelakunya beragama Islam, dudukkan perihal itu sebagaimana mestinya. SIkap bijaksana perlu memimpin jiwa dan pikiran, sehingga kita selamat dari menggeneralisir persoalan.
Jadi, langkah Kepala BNPT meminta maaf kepada umat Islam melalui MUI akan jadi sejarah.
Sebuah kebaikan akan senantiasa menebar wangi dan kemajuan dalam kehidupan, bahkan keteladanan. Hingga akhirnya menjadi inspirasi generasi masa depan.*