Home Berita Logo Halal Tuai “Kegaduhan”
Logo Halal Tuai "Kegaduhan"

Logo Halal Tuai “Kegaduhan”

by Imam Nawawi

Hari ini (13/3) publik kembali heboh. Soalnya adalah logo halal baru, yang ternyata tuai “kegaduhan.”

Media mengabarkan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan label halal baru yang berlaku secara nasional.

Perubahan desain logo merupakan penegasan perpindahan wewenang sertifikasi halal, dari LPPOM MUI ke BPJPH Kemenag.

Kemudian, sebagaimana ketentuan Pasal 37 UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) ada kewajiban BPJPH menetapkan logo halal.

Baca Juga: Pantangan Bagi Pemuda

Dalam hal ini kita bisa lihat bahwa secara regulasi payung hukum akan hal ini telah sah sejak era Presiden SBY pada 2014.

Kemudian itu juga sesuai dengan PP No. 39 Tahun 2021, tentang Penyelenggaraan Bidang JPH.

Artinya, peran pemerintahan saat ini sangat menentukan, karena yang melakukan eksekusi dari perubahan logo dan seterusnya.

Kritik

Perubahan logo menjadi soal yang kian menarik perhatian karena bentuknya yang terasa janggal bagi sebagian pihak.

Sebagian menilai logo halal itu terkesan memaksakan budaya Jawa alias Jawa sentris, karena bentuknya yang seperti gunungan wayang kulit.

Pihak Kemenag pun memberikan jawaban. Dalam hal ini Kepala BPJPH Muhammad Aqil Ihram langsung menyampaikan bahwa walau bentuknya seperti wayang dan terkesan Jawa, namun corak dan motifnya serta warna ungu dan hijau toska sebagai warna utama dan sekunder mengandung nilai-nilai Nusantara dan Islam.

Jadi, tampak keterangan itu gagal merespon kritik netizen, yang fokus pada bentuk logo, bukan soal warna.

Dan, terhadap beragam kritik yang datang, Kemenag seperti disampaikan oleh Aqil tidak akan terpengaruh.

“Sudah kita tetapkan, dan sudah diproses ketentuan teknisnya. Akan tetap terus kita sosialisasikan dan kita berikan penjelasan,” kata Aqil sebagaimana lansir Kompas.

Tawaran

Terhadap bentuk logo halal yang sudah beredar itu, tampak bahwa belum ada keluasan jiwa dalam memandang esensi halal.

Sampai-sampai kata halal harus mendapat ruang sempit seperti wayang.

Padahal halal adalah term yang kaitannya tentang makanan, minuman dan produk yang dipergunakan umat Islam.

Tidak sepatutnya memang huruf yang menjadi bagian dari kata halal dipaksa sedemikian rupa untuk sebuah bentuk yang akhirnya menjadikan esensi logo halal kurang mendapat sentuhan memadai.

Lebih lagi gunungan wayang kulit itu adalalh tradisi Jawa. Sedangkan Indonesia bukan hanya terdiri dari suku Jawa.

Dengan fakta ini maka ada baiknya Kemenag berbesar hati, mau mendengar dan sangat bijak jika mau mengubah logo yang masyarakat ramai memberikan pandangan.

Lebih jauh, apakah sangat sulit jika pemerintah dalam hal ini Kemenag melibatkan atau minimal gelar Rapat Dengar Pendapat dengan pakar Islam (ulama, cendekiawan, akademisi, sosiolog), sehingga kegaduhan ini segera berakhir dan kedepan tidak kembali terjadi.

Baca Lagi: Kritik Ibn Hauqal terhadap Kekuasaan

Memang benar otoritas penetapan regulasi ada pada pemerintah.

Namun, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, masyarakat bukan saja sebagai objek, tetapi juga subyek pembangunan.

Jadi, penting kita mendengar aspirasi sebagian dari masyarakat. Agar negara ini bisa lebih kuat persatuannya dan tidak mudah hanyut dalam perpecahan, yang kadang kala memang kerapkali terjadi karena hal-hal yang tampak seperti sepele.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment