Nyaris 24 jam lalu, tepatnya Selasa malam (16/8/22), saya mendapat kesempatan menjadi moderator dalam seminar pemikiran Islam yang mengulas tentang literasi dan kebangkitan peradaban. Kegiatan itu berlangsung pada malam kemerdekaan Indonesia ke 77 tahun.
Hadir sebagai narasumber adalah Pemred Majalah Sahid dan CEO Muslimlife. Kemudian keynote speaker, Ustadz DR. Nashirul Haq, Lc,MA selaku Ketua Umum DPP Hidayatullah.
Baca Juga: Meningkatkan Daya Baca
Dalam diskusi yang berlangsung 2 jam 15 menit itu terungkap beberapa hal pokok tentang literasi dalam nilai dan ajaran serta sejarah peradaban Islam.
Islam sangat Literatif
Islam baik sebagai ajaran maupun jalan hidup bahkan peradaban tidak bisa dilepaskan dari kekuatan literasi.
Ustadz Dr. Nashirul Haq menguraikan hal itu bahwa membaca dan menulis ini disebutkan oleh Allah Ta’ala pada surah pertama dan kedua yang turun kepada Nabi Muhammad SAW.
“Bahwa memang peradaban Islam itu sangat memberikan perhatian kepada masalah yang berkaitan dengan literasi,” tegasnya.
Ayat pertama perintah untuk membaca (QS. Al-Alaq). Kedua, Allah bersumpah atas nama qolam atau pena (QS. Al-Qolam).
Secara maknawi bahwa pena memiliki posisi penting dalam Islam.
“Diksi pena ini mengisyaraktkan dan mendorong umat Islam agar memiliki perhatian, konsesn, kesadaran dalam literasi, untuk membangun peradban Islam menjadi yang terbaik (khairu ummah),” urainya.
Jadi, kita bisa katakan, Islam adalah ajaran yang sangat literatif.
Qolam sebagai Media
Lebih jauh, pria yang juga aktif sebagai anggota pertimbangan MUI Pusat itu menerangkan bahwa Qolam adalah wasilah penyebaran ilmu.
“Ini juga jadi kunci membangun bangsa. Masa keemasan peradaban Islam itu bersama dengan kejayaan di bidang literasi.
Umat Islam pernah menguasai dunia ini, menguasai sains dan teknologi saat Barat masih gelap gulita. Dan, pada saat itu, Islam telah mengembangkan narasi yang sangat maju, dalam beragam bidang kehidupan.
Ulama-ulama juga menghadirkan karya-karya monumental,” paparnya.
Oleh karena itu pria yang juga akrab dengan sapaan UNH itu mendorong agar kaum muda menekuni dunia menulis ini sebagai jalan jihad, jalan dakwah dan jalan ibadah.
Kebangkitan Teknologi
Menderivasikan uraian keynote speaker itu, CEO Muslimlife, Ustadz Tri Wahyudi menegaskan bahwa teknologi juga warisan ulama. Salah satunya adalah, Al-Khawarizmi yang menemukan algoritma.
Dari algoritma itulah teknologi berkembang pesat, termasuk saat ini, menjelma menjadi facebook, twitter, Instagram dan tiktok. Tanpa temua algoritma Al-Khawarizmi tidak akan pernah ada teknologi komunikasi informasi seperti era sekarang ini.
Oleh karena itu pria kelahiran Langsa Aceh Timur itu mendorong agar kaum muda akrab dengan teknologi. Kalau sedang depan laptop, jangan main game, tapi belajar coding.
Lebih jauh, pria yang kini berdomisili di Semarang itu mendorong kaum muda memahami bahwa dalam teknologi pun ada yang namanya ideologi. Sekarang bagaimana anak muda melek, sadar dan menguasai teknologi.
“Jangan ktia hanya menjadi penonton atas perkembangan teknologi yang berlangsung pesat ini,” tegasnya.
Perang Pemikiran
Berbicara literasi tidak bisa lepas dari yang namanya perang pemikiran. “Hal itulah yang saya alami selama 20 tahun menjadi bagian dari Media Majalah Suara Hidayatullah,” ujar pemateri kedua, yakni Ahmad Damanik selaku Pemred Majalah Suara Hidayatullah.
Oleh karena itu ia pun menyampaikan bahwa Majalah Suara Hidayatullah sangat terbuka dengan kesungguhan kaum muda yang akan menguatkan literasi Islam.
“Kita harus menjadi bagian dari arus perubahan dan menjadi pemain, dan pelaku perubahan,” ungkapnya menguatkan.
Baca Lagi: Indonesia yang Menantang
Sekarang kembali pada diri kaum muda, apakah literasi ini telah menjadi kesadaran kuat dalam dirinya dan karena itu siap menghadirkan kebangkitan peradaban Islam.
Yang pasti, wajah Islam dan Indonesia ke depan, termasuk sisi literasi dan kebangkitan peradaban bergantung pada kiprah dan dedikasi kaum muda untuk umat, rakyat, bangsa, agama dan negara.*