Home Artikel Lelah yang Jadi Modal
Lelah yang Jadi Modal

Lelah yang Jadi Modal

by Imam Nawawi

Seorang remaja berkata kepadaku, kenapa saya seperti mudah lelah. Terlebih, sebagai seorang pemimpin saya kerap mendapat beragam stigma yang tidak enak. Mulai dari cuek, mudah marah dan baperan. Mendengar itu jawabanku singkat, itu lelah yang jadi modal.

Seorang manusia yang sejak remaja mendapat latihan hidup yang tidak nyaman akan tumbuh menjadi pribadi kuat.

Kalau kembali pada hakikat, tentu sikap terbaik adalah bersyukur. Karena kita akan jadi kuat kalau mampu menghadapi lingkungan yang “tak mendukung.”

Apakah Nabi Muhammad SAW Allah nyatakan sebagai insan berakhlak karena hidup dalam lingkungan yang nyaman? Nyaris semua orang menolak dakwahnya.

Apakah kemudian Nabi Muhammad SAW jadi gila, seperti tuduhan orang kafir? Tidak!

Baca Juga: Masa Muda Harus Berprestasi

Bahkan, mengapa anak yang tumbuh menjadi pribadi kuat adalah mereka yang mandiri dan benar-benar mampu berpikir dengan baik, karena mereka sukses menghadapi tantangan pada masanya.

Bukankah setiap anak yang naik kelas karena berhasil mengisi ujian akademik dengan baik?

Survive

Anak yang akan tumbuh hebat adalah yang mampu menjawab tantangan, mampu mengatasi kesulitan.

Ingat, hidup ini tidak cukup hanya dengan modal teori, sebagus apapun. Akan tetapi, jika mental bagus, apapun kesulitan akan bisa ia atasi.

Ucapan negatif, dari siapapun, terutama teman, tidak akan berguna sejauh seseorang tetap fokus pada visi dan misi hidupnya.

Tetapi, seketika ia akan roboh, ketika ucapan negatif itu ia telan dan masuk ke dalam batin. Itu sama dengan orang yang tahu air telah beracun, namun tetap meminumnya.

Sekalipun terjadi kegagalan, maka ambil itu sebagai pembelajaran. Ingat, masamu masih remaja. Jalanmu masih panjang, semakin banyak lika-liku hidup, semakin besar dan hebat modal mengisi masa depan.

Berpikir Mendalam

Lihatlah Nabi Yusuf Alayhissalam. Ia nyata, menjadi objek kebencian saudaranya yang iri dan dengki.

Namun, Nabi Yusuf tak terlalu terganggu dengan itu. Ia selalu menanti, kapan mimpi besarnya menjadi kenyataan.

Baca Lagi: Menuhankan Apa?

Oleh karena itu Nabi Yusuf selalu ikhlas menghadapi kondisi hidup sesulit apapun. Karena ia yakin, suatu saat akan sampai pada mimpi indahnya.

Secara prinsip, tak mengapa orang menyebut diri kita A, B atau Z sejauh kita punya amanah dan tanggung jawab.

Upaya menjalankan amanah dan tanggung jawab itu, walau terseok-seok, sama dengan seorang pendekar yang terus berlatih mengangkat beban.

Ia tak langsung tangkas, tetapi ia sedang menguatkan otot dan tulangnya untuk mampu lebih kuat. Dan, orang yang melakukan itu biasanya mampu berpikir mendalam, bukan berpikir bagaimana senang belaka.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment