Legalisme otokratis merupakan istilah yang saya baca dalam Koran Tempo. Itu adalah opini dari M. Addi Fauzani, Dosen Fakultas Hukum UII (edisi 13 April 2023).
Menurut Addi, legalisme otokratis adalah sikap otokrasi yang menggunakan hukum untuk melegitimasi perbuatannya.
Jadi, hukum bukan untuk menegakkan keadilan, apalagi menghukum pelaku kejahatan, tapi jadi kendaraan yang membangun kesan publik bahwa tindakan melawan hukum tetap tampak wajar, sah dan legal.
Baca Juga: Sadar sebagai Pemimpin
Indikasi dari legalisme otokratis di antaranya adalah melemahkan oposisi dan organsiasi non-pemerintah (NGO) dengan memonopoli media penyiaran untuk membatasi debat publik atau bahkan sampai memidanakan pengkritik.
Juga, legalisme otokrtasi sangat bernafsu mengutak-atik aturan pemilihan umum.
Bahaya
Jelas, legalisme otokratis lebih berbahaya dari pada otoritarianisme.
Hal itu karena otoritarianisme menolak hukum sebagai alat dan media untuk memperlancar agenda politiknya.
Legalisme otokratis malah menggunakan hukum agar tindakannya seolah-olah sah sescara hukum karena memiliki dasar konstitusional.
Sikap Kita
Sebagai rakyat kita tak punya banyak pilihan, kecuali memastikan 2024 datang ke TPS, nyoblos.
Kita harus siapkan siapa yang akan kita pilih dan kenal betul, bahwa orang yang akan kita jadikan wakil benar-benar baik.
Baca Lagi: Anak Muda Harus Siap Memimpin
Rakyat harus melek dan sadar, jangan sampai kembali kejadian aneh yang menyiksa batin serta kewarasan pikiran kembali terjadi pada masa mendatang.
Setidaknya kita bisa belajar bahwa semua yang aneh dan tampak irasional ini namanya adalah fenomena legalisme otokratis.*