Betapa banyak orang yang hidup nyaman dengan limpahan kenikmatan duniawi hari ini. Tetapi ketenangan jauh panggang dari api. Padahal kunci utama raih ketenangan telah Alquran jabarkan.
Akan tetapi karena begitu silaunya kebanyakan orang dengan kehidupan dunia, mereka gagal melihat, mengambil, dan menggunakannya dalam kehidupan 24 jam, sepanjang hayat.
Kebanyakan orang, malah terseret pada arus-arus logika “benar” yang semu. Bukan benar yang mutlak. Seperti anggapan bahwa kalau pangkat tinggi, hidup pasti bahagia. Tidak, faktanya tidak seperti itu.
Pangkat tinggi memang benar mendatangkan kesenangan, seperti gaji lebih baik dan fasilitas lebih lengkap. Tetapi, sekali lagi, itu sangat tergantung dari bagaimana kesadaran diri dalam memahami itu semua.
Fenomena belakangan banyak orang dengan kedudukan tinggi harus melakukan “rekayasa” sedemikian rupa adalah bukti, bahwa kebahagiaan bukan pada benda, tetapi hati dan pikiran.
Pikiran
Pikiran adalah anugerah Allah kepada makhluk yang disebut manusia. Dalam pandangan filsuf, beda manusia dengan hewan ada pada pikirannya.
Jelas, bukan. Bagaimana akal manusia bisa memberikan definisi yang tegas tentang siapa manusia dan hewan. Oleh karena itu, kalau kita perhatikan dengan cermat, perintah pertama Allah kepada kita adalah “Iqra’ Bismirabbik.”
Artinya bukalah pikiranmu dengan menghimpun segala data, informasi, fakta, grafik, dan apapun yang dapat menjadikan diri memahami siapa sebenarnya manusia dan siapa sejatinya Tuhan, yakni Allah Ta’ala.
Kala seperti itu bisa seseorang lakukan, maka pikirannya bukan saja mampu bekerja, tetapi juga akan tersinari oleh cahaya wahyu.
Pikirannya mengarahkan diirnya selalu mau dan akhirnya mampu memahami apa rahasia dari balik ayat-ayat Allah. Kondisi itu menjadikan ia tidak terjebak pada “akal dekat” yang melihat keuntungan hanya uang. Tetapi juga bisa melihat dengan “akal jauh” bahwa akhirat pasti dan abadi.
Baca Juga: Jangan Terlalu Fokus Dunia
Profil manusia seperti itu ada pada para sahabat Nabi SAW. Satu di antaranya Abu Bakar.
Lihat ketika peristiwa Isra’ Mi’raj menyebar ke masyarakat.
Orang kafir Quraisy buru-buru menemui Abu Bakar. Lalu bertanya, “Apakah kamu percaya perihal berita bahwa Muhammad telah melakukan Isra’ Mi’raj ke Masjidil Aqsha kemudian ke Sidratul Muntaha hanya dalam waktu semalam?”
Abu Bakar tersenyum. Orang yang bertanya itu pun sudah yakin, Abu Bakar akan kehilangan logikanya.
“Kalau yang mengatakan itu Muhammad, maka lebih dari itu pun yang ia sampaikan, saya sepenuhnya percaya,” Abu Bakar menjawab yang membuat semua orang kafir itu terkejut.
Ibrah
Dari fakta tersebut, seharusnya umat Islam hari ini mudah meraih hidup yang tenang dan membahagiakan bagi sesama.
Orang yang berakal kata Allah adalah yang memperhatikan penciptaan langit dan bumi dan pergiliran siang dan malam.
Kemudian orang itu terus berdzikir dalam segala kondisi dan memikirkan penciptaan langit dan bumi. Hingga akhirnya sampailah ia pada satu kesimpulan, semua yang terjadi dan Allah ciptakan tidak ada yang sia-sia.
Mengapa orang kaya harta menderita hatinya? Karena ia menyia-nyiakan umur dengan hidup hanya berburu makanan, pakaian, hunian dan kendaraan.
Baca Lagi: Iman itu Langsung Aksi
Sebaliknya ada pula orang kaya dan bahagia hidupnya, karena hasil dari usahanya ia gunakan untuk menolong agama-Nya dengan memberi makan orang miskin dan semakin dekat kepada Allah.
Orang yang miskin pun kalau tidak ingat Allah, ia menderita berkali-kali lipat. Jadi, kunci untuk meraih hidup tenang adalah sadar bahwa seluruh sisi kehidupan manusia termasuk yang terjadi dalam alam semesta nyata dalam genggaman-Nya.*