Home Opini Kuatkan Magnet Keberkahan
Kuatkan Magnet Keberkahan

Kuatkan Magnet Keberkahan

by Imam Nawawi

Sore hari, sambil menikmati bentangan sawah yang hijau di bagian belakang rumah istri, saya membuka pikiran utama seorang filosof sebelum Masehi, yakni Plato. Segera kutemukan titik penghubung dengan sebuah ayat Alquran yang bisa kita jadikan penguat magnet keberkahan negeri ini.

Alquran dengan tegas menerangkan bahwa sekiranya penduduk sebuah negeri mau beriman dan bertakwa, maka Allah akan buka pintu keberkahan dari langit dan bumi (QS. Al-A’raf: 96).

Baca Juga: Filsafat Kematian

Ayat tersebut kalau kita dekati dengan pemahaman rasional, katakanlah dengan cara berpikir Plato yang mengatakan bahwa manusia akan bahagia bila memiliki akal budi, maka secara rasional kita akan menangkap bahwa iman dan takwa itu mendesak untuk kita ambil.

Lalu kita jadikan iman dan takwa itu kekuatan diri bahkan bangsa.

Dalam pendekatan birokrasi dan kepemimpinan, jelas itu mendorong setiap individu mampu bekerja secara amanah, jujur, dan profesional.

Kalau kita sekarang membaca Finlandia menjadi negara yang penduduknya paling bahagia di muka bumi, maka itu karena nilai dan prinsip hidup yang mengarah pada kebaikan benar-benar jadi komitmen kolektif.

Sekalipun tentu saja bahagia itu sangat relatif. Karena dalam pandangan Plato saja, orang yang hanya mengukur hidup bahagia dari gundukan materi, jiwanya terpasung hawa nafsu dan merana.

Implementasi

Soal iman dan takwa sepertinya bukan lagi istilah yang asing. Namun demikian, tidak mudah juga kita menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagian politisi Muslim tidak sadar apa itu politik dalam Islam. Alih-alih bisa menjadi pembeda, mereka malah terseret logika materialisme yang menjadikan kuasa sebagai tujuan.

Dalam soal mentalitas, sebagian besar umat Islam masih lebih suka membuang-buang waktu, mudah lelah dan mengutamakan istirahat.

Tidak heran kalau Buya Hamka kemudian memotret itu melalui ungkapan populernya, bahwa sebenarnya setiap orang memiliki pikiran cemerlang. Namun apalah arti kecemerlangan itu kala berada dalam tubuh yang mudah menyerah.

“Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup adalah membiarkan pikiran yang cemerlang menjadi budak bagi tubuh yang malas dan mendahulukan istirahat sebelum lelah.” Begitu Buya Hamka memberikan peringatan.

Sebuah pesan jelas bahwa hendaknya sejarah Nabi, sahabat Nabi dan para ulama, tidak saja kita kagumi semata-mata. Cobalah implementasikan dalam pikiran dan tindakan kita dalam kehidupan ini.

Agendakan!

Lalu apa yang penting untuk kita lakukan selanjutnya? Tidak lain adalah segera susun agenda.

Implementasi memang penting, tetapi harus kita tata dengan sebaik mungkin.

Baca Lagi: Metode Membangun Kesadaran

Hal itu penting agar tidak seperti orang bilang, hanya bisa “hangat-hangat tahi ayam.”

Dalam bahasa Eep Saefullah, umat Islam pandai sekali membentuk organisasi, barisan dan perkumpulan. Tetapi paling tidak tertarik untuk merawat apalagi konsisten menjaganya.

Dan, kalau kita buka lembaran sejarah, tidak ada capaian bisa orang raih tanpa konsistensi. Apalagi capaian besar, fenomenal dan monumental.

Pendek kata, iman dan takwa yang jadi magnet keberkahan itu harusnya jadi agenda implementasi paling utama setiap Muslim, sebagai apapun dia.

Termasuk ketika berhadapan dengan kata Indonesia, sejatinya kita memanggul amanah besar, bagaimana merawat, menjaga, bahkan memajukan, seperti “wasiat” para pendiri bangsa melalui falsafah dan konstitusi negeri ini.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment