Secara bahasa kreatif berarti memiliki daya cipta, memiliki kemampuan menciptakan. Demikian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Lalu bagaimana kalau kreatif ini kita zoom out menjadi alat untuk melihat Indonesia?
Kreatif melihat Indonesia berarti kita mencermati bagaimana wajah bangsa ini dengan baik. Wajah bangsa ini meliputi realitas yang kita lihat, kita rasakan di lingkungan kita berada dan tentu saja wajah pemberitaan di dalam negeri.
Selanjutnya kita temukan apa sisi kelemahan dan kekurangan. Selanjutnya kita jadikan bahan pengamatan untuk berlanjut ke proses menjadi satu langkah menghasilkan solusi melihat wajah bangsa ini dengan sebaik-baiknya.
Baca Juga: Apakah Indonesia Jadi Negara Berhasil?
Misalnya, ketika berita di Tanah Air penuh isu politik dan hukum, maka sebenarnya yang penting adalah apakah keadilan telah tegak.
Kemudian apakah kasus politik dan hukum bersifat substansial dan menjawab masa depan bangsa, atau sekedar gimmick yang sangat bergantung pada kebijakan apa yang keluar lalu siapa yang pro dan kontra dan bagaimana pemerintah menempatkan pihak yang kontra dan itu menjadi pusat perhatian publik, terutama media.
Dalam Cambridge Dictionary, gimmick artinya sebagai sesuatu yang tidak nyata dan bertujuan untuk cari perhatian atau minat seseorang untuk sementara.
Dengan demikian, gimmick merujuk pada segala hal bertujuan menarik atensi orang dengan segala cara guna meningkatkan daya tarik atas suatu hal biasanya berupa barang, acara, atau produk-produk lainnya. Dalam hal pemberitaan politik biasanya gimmick menyedot perhatian banyak kalangan hingga kasus yang lebih substansial menjadi kabur dan sirna dalam pembahasan media dan publik.
Isu Radikal dan Masa Depan
Isu radikalisme telah menyedot perhatian banyak pihak, sampai mantan Wakil PResiden RI, Jusuf Kalla pun bersuara mengenai isu tersebut.
Bahkan beragam model upaya meyakinkan publik telah dilakukan oleh beberapa pihak. Tentu saja, karena ini isu yang bisa kita katakan sebagai “gimmick” dalam arti dapat menyedot perhatian, maka kelompok-kelompok dari umat Islam pun tidak sedikit yang merespon.
Tetapi, mari sekarang kita dudukkan dengan kepala dingin. Apakah isu radikalisme ini menjawab tantangan masa depan anak bangsa?
Sekarang mari kita lihat, apa saja tantangan masa depan di era industri 4.0 ini. Tentu cukup kita ambil sampelnya saja.
Pertama data analisis dan saintis. Ini adalah jenis pekerjaan yang memghendaki kemampuan menerjemahkan angka-angka atau menafsirkan data menjadi laporan yang dapat manajemen pahami. Pekerjaan ini akan memberikan gaji sebesar Rp. 4 – 18 juta per bulan bahkan bisa mencapai angka Rp. 28 juta.
Artinya pemerintah membutuhkan SDM unggul di negeri ini. Pertanyaannya langkah apa saja yang telah ditempuh dan terus dikembangkan? Kalau publik negeri ini kian hari kian sadar akan masa depan, maka isu-isu yang sifatnya “gimmick” dipandang tidak akan laku oleh para produsen isu itu sendiri.
Kedua, digital mareketing dan spesialis strategi. Pekerjaan ini menghendaki kemampuan seorang karyawan menyusun strategi dalam pemasaran.
Pertanyaannya, apakah pemerintah telah berhasil menjadikan akses internet di NTT sama dengan di Jakarta. Kalau pun tidak sekualitas minimal aksesnya stabil dan bisa membuat orang nyaman membuka internet.
Sebenarnya, hal yang amat dibutuhkan oleh penduduk negeri ini, terutama dengan hantamana pandemi ini adalah bagaimana biaya internet menjadi super murah, sehingga orang bisa meningkatkan literasi mereka melalui saluran non teks yang sekarang tersedia begitu luas di media sosial, utamanya youtube.
Menghubungkan Titik-Titik
Uraian di atas hanya sebagian soal yang harusnya menjadikan kita tahu apa yang penting bagi masa depan anak-anak bangsa. Kalau tidak maka Indonesia akan sangat jauh tertinggal, negeri lain sudah mengulas temuan teknologi yang semakin canggih di dalam negeri, masih saja bertengkar untuk isu yang definisinya saja tidak jelas.
Nah, kembali pada tema utama kita, kreatif melihat Indonesia. Dalam bahasa Steve Jobs, kreatif itu mampu menghubungkan titik-titik.
Baca Lagi: Evaluasi Arah Pembangunan
Berarti negeri ini butuh pandangan kreatif yang mampu menghubungkan titik berupa realitas sosial yang perlu akselerasi untuk maju dan modern serta beradab kepada titik lain berupa perkembangan teknologi yang kian canggih ke depan.
Kemudian, dua titik itu kita satukan untuk menjadi anak tangga, menyiapkan titik paling penting, yakni kapasitas anak-anak bangsa yang akan hidup di masa depan.
Inilah yang di antaranya kita sebut kreatif melihat Indonesia, sehingga ke depan pertengkaran yang ada di media bukan lagi soal yang selama ini terjadi (radikal-radikul) tetapi yang menggairahkan intelektual terus tumbuh dan berkembang, sehingga bangsa Indonesia mampu menjadi bangsa yang benar-benar unggul SDM-nya.*