Dalam sejarah, komunisme merupakan respon pada awal abad ke-19, terhadap kapitalisme yang dinilai cacat. Dimana tidak ada pemerataan kesejahteraan. Padahal, idealnya semua orang bisa hidup sama rata dan sama rasa. Tetapi dengan segenap sejarah dan dinamika komunisme, apakah dimasa sekarang, bicara komunisme masih laku?
Sekalipun tampak bertolak belakang, komunisme dan kapitalisme hakikatnya sama, tumbuh dari pandangan hidup materialisme.
Baca Juga: Inilah Syarat Negeri Makmur
Oleh karena itu beda komunisme dengan kapitlaisme hanya pada bagaimana sistim kekuasaan berperan di dalam pendistribusian kekayaan.
Gus Hamid (Prof DR Hamid Fahmi Zarkasyi) menuliskan dalam artikelnya tentang komunis bahwa, “Makmur ala sosialis mengutamakan kebersamaan. Sistim dikontrol dan dicengkeram penguasa.
Pribadi dikalahkan oleh rakyat dan buruh. Sosialisme pun diikuti oleh komunisme.
Paham yang dicetuskan oleh Karl Marx ini memusuhi kapitalisme dan segala sistimnya. Kapitalis-kapitalis itu dianggap menindas kaum buruh.”
Integritas dan Moral
Akan tetapi, baik kapitalisme maupun sosialisme atau komunisme, lupa bahwa kekuasaan perlu hadir dengan kekuatan integritas dan moral, sempurnanya keduanya tumbuh dari kesadaran spiritual.
Kekosongan integritas dan moral ini apalagi spiritual menjadikan komunisme punya jejak sejarah gelap gulita.
“Total korban komunisme selama tahun 1917-1999 berjumlah 120.000.000 orang. Sedangkan total korban seluruh perang dunia dan perang lokal abad XX hanya sepertiganya, 38.000.000,” kata Taufik Ismail dalam pidato kebudayaan dalam acara Bedah Buku dan Diskusi Panel, “PKI Dalang dan Pelaku Kudeta G30S/65” di Kantor Lemhanas, Jakarta, Sabtu.
Pertanyaannya mengapa demikian gelap sejarah komunisme di dunia dan bahkan di Indonesia?
Boleh jadi karena secara paham, komunisme memang menghendaki hadirnya mental otoritarian di dalam kekuasaannya.
Coba cermati apa definisi komuisme berikut ini. Encyclopaedia Britannica, komunisme merupakan doktrin politik serta ekonomi yang bertujuan untuk menggantikan kepemilikan pribadi menjadi kepemilikan publik dengan kontrol komunal, yang setidaknya mencakup alat produksi utama dan penggunaan sumber daya alam.
Tujuan dan Niat
Jadi, komunisme menjadi begitu gulita dalam sejarah karena memang mereka terdorong untuk memaksa semua orang tunduk agar tidak ada lagi kepemilikan, tidak ada lagi kelas dalam sosial, dan tentu saja kalau memang harus tidak ada Tuhan, maka mereka akan meniadakan itu.
Baca Lagi: Mengagumi Tuhan Melalui Alam
Dalam Islam sebuah tujuan harus disertai niat yang baik. Niat memakmurkan kehidupan manusia, harus dilandasi niat karena Allah.
Bahkan di antara niat dan tujuan itu ada prosedru benar dan ihsan yang harus ditempuh. Di sinilah kita bisa melihat betapa Islam sangat adil di dalam masalah ini.
Islam tidak menegasikan kelas sosial. Tetapi Islam punya mekanisme bagaimana kemakmuran tercipta, yakni dengan zakat, infaq dan sedekah.
Bahkan kalau dicermati sejarah Nabi Yusuf dalam soal manajemen distribusi pangan, semua bahan makanan yang disediakan untuk rakyat kualitasnya sama, hanya saja yang kaya membayar dengan harga tinggi, yang tidak mampu dengan kemampuannya yang terbatas, sedangkan fakir miskin dan budak, mereka mendapat subsidi.
Jadi, komunisme secara sederhana dapat kita pandang sebagai sebuah produk yang secara kemanusiaan dan kekinian bahkan sejak dahulu, dalam pikiran manusia benar-benar sulit dicerna.
Meski demikian setiap September, terlebih mendekat hingga tanggal 30, isu komunisme selalu mencuat. Di sini kaum muda harus tajam pandangan sejarah, ilmu dan masa depan. Termasuk berpikir mendalam, apakah komunisme masih laku?*