Home Opini Kolaborasi itu Mata Uang Baru
Kolaborasi itu Mata Uang Baru

Kolaborasi itu Mata Uang Baru

by Imam Nawawi

Kalimat “kolaborasi itu mata uang baru,” saya dapat dari ungkapan Mas Didi Diarsa, founder KODE Creative Hub di Detos, Kota Depok (24/7/24) dalam Sharing Session Expert Sekolah Amil BMH.

Seperti biasa, pria yang juga kerap menjadi instruktur di Hidayatullah Institute itu tampil menarik-narik kesadaran audience untuk segera berubah, menyadari semua perkembangan digital yang tengah berlangsung dengan sangat deras dan berkreasi untuk menjawab kebutuhan masyarakat.

“Menyimak paparan Mas Didi saya tertarik untuk mendesain diskusi yang ringan, hidup dan menginspirasi. Apalagi kalau sampai mampu menjadikan skill kami terupgrade dan bisa melahirkan inovasi,” ungkap salah seorang audien, Aji Setiaji.

Ungkapan Aji itu terbukti dengan 4 poin yang jadi catatannya. “Karena sekarang adalah era yang kita mesti mampu memanfaatkan teknologi digital untuk pengembangan dan optimalisasi campaign yang lebih efektif dan efisien,” sambungnya.

Laznas BMH adalah filantropis yang berkebutuhan menjembatani kebaikan mengalir deras, dari yang berkemampuan kepada yang sangat membutuhkan. Platform digital menjadi medium terbaik di era sekarang.

Kolaborasi adalah mata uang baru, karena sekarang banyak disiplin ilmu yang mesti berintegrasi untuk menjawab kebutuhan manusia, termasuk dalam hal altruisme.

Sebuah lembaga atau organisasi mungkin tidak mati kalau bergerak sendiri, tetapi satu hal akan sangat mungkin tertinggal dalam berbagai aspek.

Dan, untuk menyadari kebutuhan kolaborasi, radar sensitivitas terhadap perubahan harus benar-benar diperkuat dalam diri setiap penggerak inti lembata/organisasi.

Castaner & Oliveira (2020) memberikan definisi kolaborasi sebagai sikap dan tindakan secara sukarela membantu orang atau pihak lain untuk mencapai tujuan bersama (lihat buku “Inovasi Organisasi untuk Masa Depan Bisnis” karya N. Tri S. Saptadi, dkk).

Oleh karena itu dalam sesi tersebut sudah terang bahwa BMH dapat menjalin kerjasama dengan KODE Creative Hub Depok (bahkan dengan jebolan didikannya) untuk mengembangkan aspek digital dan mengoptimalkan campaign, mulai dari proses pembayaran hingga pengalaman pengguna dan sisi penting lainnya.

Tahap Terus Berkembang

Semakin sebuah lembaga butuh berkolaborasi artinya semakin bagus “mesin” organisasi bekerja.

Baca Juga: Ketika Semua Serba Cepat

Meminjam istilah Thomas Kuhn filsuf yang menulis “The Structure of Scientific Revolutions” ciri mesin ilmu pengetahuan akan maju adalah hadirnya perdebatan ilmu (pemikiran). Sebab ilmu pengetahuan, kata Kuhn, merupakan proses dari kolaboratif dan komunal.

Kemajuan ilmu era Yunani Kuno juga berangkat dari tradisi masyarakat yang tekun duduk bersama, menikmati suasana bawah pohon, sembari berjalan kaki, atau berjalan dengan istri dalam balutan udara segar. Dan, mereka memang senang berdiskusi, membicarakan apapun, seperti Plato, Aristoteles dan lainnya (baca “The Geography of Genius” karya Eric Weiner).

Dalam sejarah Islam, kita mengenal Darul Arqam, itu adalah lokus para sahabat berdiskusi dan mendapat pencerahan intelektual-spiritual dari Nabi Muhammad SAW. Komunitas itu kemudian menjadi sangat berpengaruh dan mendapa perhitungan luar biasa, dulu dan kini serta ke depan.

Dalam kata lain, jika ada kebutuhan untuk duduk bersama, ngopi bareng, lalu membahas berbagai ide untuk lebih bermanfaat, sadarilah itu awal dari tahap perkembangan yang penting dan menentukan.

Segala hasil diskusi, perbincangan atau obrolan yang menunjukkan kita butuh A, B, dan C dan kita belum atau tidak memiliki, itulah pemantik diri untuk duduk dengan yang lain: kolaborasi.

Saat itu tengah terjadi kita akan terdorong untuk mencintai ilmu dengan hasil yang lebih konkret berupa inovasi. Dan, itu adalah buah dari komunikasi, kolaborasi dan interaksi sosial antar satu dengan yang lain.

Menjawab Perubahan

Kolaborasi lebih dari apapun teori yang berkembang, sangat penting untuk dapat menjawab perubahan.

Baca Lagi: Iqra dalam Perang Dunia II

Orang dahulu berperang menggunakan pedang, kemudian berkembang memakai meriam, sekarang dengan roket dan mungkin nuklir.

Yang dekat dengan kehidupan kita secara umum, dahulu kita mendengarkan musik melalui kaset. Kemudian berubah ke Compact Disc. Lalu berubah ke hardisk, hingga kini cukup buka spotify.

Dalam dunia altruisme juga sama, orang sekarang cukup masuk aplikasi, website atau pun mobile banking. Kemudian memilih jenis donasi, sentuh dan selesai.

Perubahan itu memang lebih pada aspek permukaan, substansinya manusia tetap sama, seperti dahulu juga, suka berbagi. Lihat saja sekarang, salah satu karakter Gen-Z adalah peduli dan suka menolong.

Gen-Z memiliki cara berpikir yang tidak sama dengan Gen-X, dan Y. Tetapi secara substansi generasi apapun, tetap sama, mau membantu, senang silaturahim dan seterusnya.

Maka dalam konteks ini kolaborasi adalah cara kita menemukan medium paling mudah, paling cepat, dan berdampak positif dalam memfasilitasi keinginan manusia berbagi, bermanfaat dan lain sebagainya.

Dalam kata yang lain, kita butuh kolaborasi, karena kita harus semakin canggih menghadirkan wadah kebaikan demi kebaikan secara lebih efektif, efisien, massif dan berkeadaban.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment