Home Kajian Utama Kita Jangan Lupa Kepada Allah
Kita Jangan Lupa Kepada Allah

Kita Jangan Lupa Kepada Allah

by Imam Nawawi

Selama ini kalau mendengar ungkapan, “Kita jangan lupa kepada Allah” sebagian mungkin berpikir itu soal tidak dzikir, tidak shalat dan tidak menjalankan perintah lainnya. Namun sebenarnya bukan hanya itu. Kata Gus Baha, seseorang mengatakan Amerika negara kuat itu saja masalah dari sisi kesadaran tauhid. Karena sejatinya yang kuat itu hanya Allah.

Demikian pun ketika seseorang mendapat jabatan, katakan seperti menteri pertanian. Lalu menteri itu mengatakan bahwa Indonesia akan rugi akan krisis atau sebaliknya, akan maju, surplus pangan dan sebagainya. Ingat, menteri itu lahir belum lama, paling baru 50 – 60 tahun. Sedangkan urusan pangan sebenarnya ada dalam genggaman Allah. Sebelum menteri itu lahir, Allah telah mengatur semua soal dalam kehidupan ini. Jadi?

Genggaman Allah

Menjelang Subuh (31/5/24) saya membaca ayat ke 41 Surah Al-Fathir. Rupayanya hal itu memang demikian, melupakan Allah termasuk pikiran yang tidak menyadari bahwa segala hal ini ada dalam genggaman Allah.

“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun”.

Berarti, berjalannya kehidupan ini karena Allah yang menghendaki langit dan bumi tidak segera lenyap. Sedangkan sebagian orang mungkin memandang hidup ini sudah berjalan dengan sendirinya. Pagi matahari terbit, sore terbenam. Tetapi benarkah hal yang terjadi secara tertib dan berkelanjutan itu tidak ada yang mengendalikan?

Tafsir Al-Muyassar menerangkan, hanya Allah yang memegang urusan langit dan bumi, sehingga keduanya tidak lepas dan tetap pada posisi (orbit) masing-masing.

Baca Juga: Lihai Menyiasati Waktu

Jadi, mari bersyukur, tunduk dan taat kepada Allah. Karena jika bukan Allah, langit dan bumi ini akan lenyap. Entah dengan bertabrakan atau yang lainnya, terserah Allah.

Maha Lembut

Allah – dengan keagungan dan kekuasaan-Nya – menahan langit dan bumi agar kita berpikir, sadar dan memahami dengan mendalam bahwa hidup ini benar-benar ada dalam kendali Allah Ta’ala.

Dengan begitu kita dapat menjalani kehidupan ini dengan tenang, bahagia dan membahagiakan. Dan, bagaimana kita akan menjadi manusia yang pemarah, penuh angkara, sedangkan Allah Maha Lembut dan penuh kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya.

“Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Fathir: 41).

“Allah Maha Penyantun dengan menunda hukuman-Nya terhadap orang-orang kafir dan para pendurhaka. Maha Pengampun bagi siapa yang bertaubat dari dosanya dan kembali kepada-Nya,” terang Tafsir Al-Muyassar.

Palestina

Dari ayat itu saya teringat akan saudara-saudara kita di Palestina. Mereka adalah orang-orang yang teguh imannya, benar dan tegak imannya kepada Allah.

Baca Lagi: Tiga Langkah Agar Selalu Optimis

Mereka adalah orang yang dalam deritanya mampu memendarkan cahaya Islam, melalui ketabahan dan kesabaran. Mungkin kita bertanya, mengapa mereka bisa begitu?

Pertama, mereka adalah orang yang yakin, bahwa urusan kehidupan ini semata atas kehendak-Nya.

Kedua, mereka yakin janji Allah, bahwa orang beriman akan ditolong langsung oleh Allah.

Ketiga, mereka memahami bahwa semakin kuat iman, semakin kencang ujian. Dan, mereka yakin bisa melalui ujian yang tidak ringan itu dengan tetap dalam keadaan iman terbaik.

Sekiranya mereka mau putus asa, ada banyak fakta yang bisa mereka susun untuk melegitimasi bahwa menyerah adalah langkah rasional.

Namun mereka punya logika supra rasional, yang mana iman tidak boleh tunduk pada kekuatan apapun, termasuk terhadap kekejaman musuh yang penuh kebrutalan dan keberingasan.

Begitulah iman, ia membuat seseorang tidak pernah khawatir, tidak pernah takut menghadapi kenyataan hidup, apapun itu. Toh mati dan hidup sudah Allah tentukan. Tinggal memahami, meyakini dan menjalani masa kehidupan dunia ini dengan amal-amal kebaikan. Pada akhirnya keridhoan Allah akan menjadi sumber kebahagiaan paling nyata dan paling tinggi.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment