Home Kisah Kisah Ustadz Manandring Bersama Ustadz Abdullah Said
Kisah Ustadz Manandring Bersama Ustadz Abdullah Said

Kisah Ustadz Manandring Bersama Ustadz Abdullah Said

by Imam Nawawi

Bakda Maghrib sahabat Pemuda Hidayatullah mendapatkan sesi pencerahan bersama Ustadz Manandring Abdul Ghani. Beliau adalah murid dan sekaligus sahabat dari Ustadz Abdullah Said.

Sebelum bertutur perihal perjalanan beliau dalam dakwah bersama Hidayatullah, pria yang dikenal pekerja keras itu memberikan beberapa nasiha.

Baca Juga: 3 Hal Menonjol dari Ustadz Abdullah Said

Pertama, anak muda jangan ada yang beku, pendengaran, pemikiran dan hati. “Karena kalau begitu (beku) bisa sulit mendapat hidayah,” katanya.

Kedua, pemuda harus yakin dengan apa yang jadi program dan misi serta visi dalam berorganisasi. Karena yang dahulu saja bisa sampai pada titik capaian sekarang. Apalagi anak muda masa kini.

“Insha Allah bisa memimpin Indonesia dengan ilmu, adab dan kemajuan rakyat,” imbuhnya.

Awal Jumpa Ustadz Abdullah Said

Ustadz Manandring kemudian menuturkan awal mula mengenal Ustadz Abdullah Said. Yakni saat mengikuti training 40 hari mubalighin mubalighat di Balikpapan.

Awalnya semua lulusan training itu bergabung dan berjuang bersama-sama. Namun akhirnya, setelah setahun banyak yang berguguran.

“Perjuangan memang tidak mudah. Ada tantangan bahkan ancaman serta takut akan masa depan. Seperti apa nanti kalau di pesantren terus,” tuturnya.

Pada akhirnya hanya tinggal beberapa orang saja. Ustadz Manandring sendiri, kemudian ada Ustadz Amin Bahrun (alm) dan Ustadz Yusuf Suraji.

Pilihan itu kata Ustadz Manandring termasuk anti mainstream kala itu

“Sebab saat itu banyak orang ingin kerja di perusahaan. Jadi tantangan memang tidak ringan,” ungkapnya.

“Tapi semangat terus kami. Apalagi ada istilah dari Ustadz Abdullah Said itu lewat pesantren kita akan hadirkan Indoensia mini, yaitu banyak orang dari seluruh suku di Indonesia ikut bersama membangun pesantren ini. Alhamdulillah, terbukti,” jelasnya.

Tidur Bersama Ular

Singkat cerita, akhirnya perjalanan Pesantren Hidayatullah bertemu dengan seorang dermawan, Bapak Darmawan.

Beliau menyerahkan satu hektar tanah miliknya untuk pesantren. Ustadz Abdullah Said pun bersama sahabat dan murid-muridnya pindah ke Gunung Tembak dari Karang Bugis.

Gunung Tembak kala itu tidak seperti sekarang, banyak ular karena memang hutan.

“Jadi, awal kami tinggal di Gunung Tembak, sering ular melintas di atas dada kami semua kalau tidur,” ucapnya disambut tawa kecil teman-teman muda.

Semangat Ibadah

Meski dalam kondisi serba terbatas, ibadah tetap utama.

Awal-awal banyak merintis pada tengah malam. Jam 12 malam baru berhenti. Kemudian siap-siap sholat Tahajjud.

Sejak itulah kemudian Ustadz Abdullah Said memberi spirit kepada semuanya bahwa membangun Gunung Tembak harus dengan penderitaan.

“Kita harus belajar hidup menderita. Karena yang harus kita pelajari memang hal-hal sulit. Kalau yang enak-enak tidak perlu lagi kita pelajari. Tetapi syukur Alhamdulillah walau banyak kesulitan atau penderitaan, kami tidak rasakan itu sebagai penderitaan,” tuturnya.

Baca Lagi: Sahabat dalam Setengah Abad Hidayatullah

“Padahal kalau mau ingat, kala itu makan nasi lauknya lima lembar sayur kangkung dan tiga potongan kecil ikan asin. Tidak masalah karena memang kami makan dalam kondisi lapar. Jadi enak memang kami makan,” ungkapnya yang membuat semua hadirin tertawa.

Terakhir Ustadz Manandring memberikan doa restu kepada Pemuda Hidayatullah, bahwa insha Allah visi misi yang ada akan Allah wujudkan.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment