Masih teringat jelas rekaman kuliah malam Jumat yang dikirimkan Bang Tashir. Entah kapan tepatnya rekaman itu lahir, namun suara Ustadz Abdullah Said yang khas dan meneduhkan itu selalu berhasil membuat saya, yang tak pernah bertatap muka langsung dengan beliau, menyimak dengan seksama.
Terlebih ketika beliau menyelipkan kisah-kisah ringan yang sarat makna. Salah satunya adalah cerita tentang respon beliau terhadap pertanyaan kritis para wartawan mengenai program nikah dai dan daiyah, yang kini populer dengan istilah “nikah mubarok”.
“Saat rombongan wartawan berkunjung ke Gunung Tembak, mereka sempat mengusut program ini dengan serius,” kenang Ustadz Abdullah Said dalam rekaman tersebut.
Pertanyaan para jurnalis itu bernada skeptis, “Bagaimana mungkin, Ustadz, anak-anak muda itu menikah tanpa proses cinta? Tanpa pacaran terlebih dahulu? Bagaimana mereka bisa bahagia?”
Dengan lugas dan tenang, Ustadz Abdullah Said menjawab, “Saya katakan, berdasarkan kenyataan dan pengalaman, rata-rata mereka yang mengikuti (nikah mubarok) justru lebih bahagia daripada dengan mereka yang mengawalnya dengan pacaran.”
Sebagaimana kita pahami, kenyataan dan pengalaman adalah sumber data empiris yang valid. Jika kita proses dengan metode ilmiah yang tepat, data tersebut dapat menghasilkan temuan yang benar dan dapat kita pertanggungjawabkan kebenarannya. Ust. Abdullah Said menjamin hal itu berdasarkan perjalanan panjang program nikah barokah tersebut.
Satu hal lagi, pemikiran setajam itu, yang melahirkan program nikah barokah, yang sebenarnya “menantang arus” umum karena inspirasi sunnah, tidak mungkin lahir tanpa melalui kecerdasan yang mengakar dan universal.
Logika di Balik Nikah Mubarok
Lebih lanjut, Ustadz Abdullah Said menjelaskan logika di balik pernyataannya. Bahwa ketika cinta dari dua orang berlawanan jenis, mereka susun sebelum pernikahan, risikonya justru lebih berat.
Mengapa demikian? “Karena cinta memiliki tuntutan-tuntutan yang terkadang sulit orang hindari. Sementara itu tuntutan biologis, yang pantang untuk diwujudkan sebelum terikat dalam pernikahan yang sah secara hukum.
Jadi, tidak heran kalau praktik perzinahan, hingga hamil sebelum menikah, marak terjadi, menjadi warna biasa bagi sebagian besar kaum muda.
Secara ilmiah, kita bisa melihat fenomena ini dari kacamata psikologi. Cinta romantis di fase awal, seringkali hadir karena dorongan hormon-hormon seperti dopamin dan oksitosin yang memicu euforia dan keterikatan.
Namun, tanpa diimbangi dengan komitmen dan kematangan emosional, gejolak hormon ini bisa menjerumuskan pada perilaku yang impulsif dan tidak bertanggung jawab.
Inilah yang dimaksud Ustadz Abdullah Said sebagai, “Awal noda daripada perkawinan yang suci itu.”
Sementara itu, nikah mubarok yang diawali tanpa pacaran, memang cinta dimulai dari titik nol.
“Namun, justru di hari pernikahan itulah, cinta mulai pertama kali dibina dengan landasan hukum yang sah, dalam ikatan yang suci,” jelas Ustadz Abdullah Said.
Kuncinya, menurut beliau, adalah kemauan kedua belah pihak, suami dan istri, untuk memahami dan mengamalkan “seni bermain cinta”.
Apa yang beliau maksud dengan “seni bermain cinta”?
Ustadz Abdullah Said menjabarkannya sebagai, “Seni untuk meluluhkan hati kedua belah pihak, untuk saling terbuka, dan saling menerima fakta tentang pasangan masing-masing”.
Baca Juga: Ust. Abdullah Said dan Ketajamannya dalam Merespon Isu Global
Ini adalah proses yang membutuhkan kesabaran, pengertian, dan komunikasi yang efektif. Seiring berjalannya waktu, proses inilah yang akan menumbuhkan cinta yang lebih matang, dewasa, dan langgeng.
Rumah Tangga: Lebih dari Sekadar Kepuasan Pribadi
Lebih jauh lagi, Ustadz Abdullah Said mengingatkan kita bahwa berumah tangga bukanlah semata-mata tentang kepuasan pribadi, tentang suami yang terpenuhi hasratnya dan istri yang bahagia.
“Tetapi, sejauh mana rumah tangga ini memberikan manfaat bagi agama Islam, bagi agama Allah SWT,” tegas beliau.
Artinya, pernikahan yang ideal adalah pernikahan yang tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan duniawi, tetapi juga pada kontribusi positif bagi masyarakat dan agama.
Pernikahan yang melahirkan generasi penerus yang berakhlak mulia, yang menjadi teladan bagi lingkungan sekitarnya, dan yang turut andil dalam membangun peradaban yang lebih baik. Inilah esensi dari nikah barokah yang sesungguhnya.
Kisah dan pemaparan Ustadz Abdullah Said ini memberikan perspektif yang menarik dan mendalam tentang pernikahan.
Beliau tidak hanya menjawab keraguan para wartawan dengan bijak, tetapi juga mengajak kita untuk merenungkan kembali hakikat cinta, pernikahan, dan kontribusi kita bagi agama dan masyarakat.
Untung Bang Tashir merawat rekaman itu dan membagikan kepada kami, sehingga mutiara ini dapat kita nikmati bersama.*
1 comment
Selamat berkarya, menuliskan mutiara nilai dan mengabadikan kebaikan. Jangan lupa dan lelah untuk tetap melahirkan kader penerus semangat literasi