Home Artikel Ketika Semua Serba Cepat
Ketika Semua Serba Cepat

Ketika Semua Serba Cepat

by Imam Nawawi

Kini semua serba cepat, itu kita rasakan sekali. Dahulu perubahan kehidupan umat manusia berlangsung lambat.

Lihat bagaimana orang hidup nomaden, berburu, dan ratusan tahun baru bertemu mesin uap. Itu seperti buruk, tetapi apakah selalu seperti itu? Yang mana kata cepat akan identik dengan bagus?

“Pertumbuhan itu bagus, dan yang tak tumbuh akan tersingkir. Namun, pertumbuhan yang dipaksakan, dipercepat, dibuat-buat — cenderung berdampak buruk,” begitu Morgan Housel menulis dalam bukunya “Same as Ever.”

Dahulu orang terpukau dengan Bukalapak. Dalam rentang 8 tahun sebagai unicorn untuk dapat minimal Rp. 1 miliar sudah dapat. Bandingkan dengan Indosat, walau telah 40 tahun, nilai valuasinya sama, Rp. 1 miliar juga.

Dan, Bukalapak memang luar biasa. Pada 6 Agustus 2021 lewat penawaran perdana (IPO) BUKA sukses mengantongi suntikan modal Rp. 22 triliun. Namun pada 30 Desember 2021, harga saham Bukalapak turun, tutup di Rp. 430/unit.

Kita tidak tahu, apakah itu karena perkembangan di era digital cenderung tidak alamiah atau seperti apa. Yang orang bisa rasakan, semua hal sekarang berjalan cepat, cepat dan cepat. Dan, setiap yang cepat tumbuh terkadang juga lekas runtuh.

Komunikasi

Sesekli coba perhatikan, apakah hadirnya WA yang bisa video call dan kirim pesan menjamin komunikasi seseorang dengan yang lain berlangsung baik?

Baca Juga: Jadilah Guru Sejati

Logikanya pasti iya. Tetapi apakah logika itu nyata dalam kehidupan?

Betapa banyak orang merasa tidak nyaman karena kiriman pesan melalui WA tak kunjung dapat balasan. Satu jam, dua jam, hingga sehari dua hari, kadang ada orang yang mengirim pesan dan tak dapat balasan.

Bukankah smartphone membuat komunikasi mestinya berjalan cepat? Mengapa lambat balas WA itu terjadi?

Berapa banyak orang mengeluh, kala mengirim pesan kepada A balasannya lambat. C yang mendengar itu langsung bertutur, sampai seminggu belum tentu ia mau membalas.

Soal psikologi akan datang dan menguasai hati. Akibatnya relasi akan terganggu. Karena orang yang mengirim pesan dan tak segera dapat balasan, biasanya akan merasa dirinya tak lagi dihargai.

Lalu apakah harus membalas dengan cepat? Tidak harus cepat, secepat kilat. Tapi setidaknya jawab dengan tidak begitu terlambat. Karena kalau satu sama lain bisa saling berempati, lambat membalas pesan adalah hal yang tak akan pernah dilakukan.

Begitulah kenyataannya, yang cepat kadang tak sesuai harapan.

Lalu?

Kita tahu, era kini tak mungkin kita hindari. Teknologi (terutama komunikasi dan informasi) akan terus mengiringi kehidupan manusia.

Tetapi, harus kita sadari, terlalu cepat dan selalu cepat itu tidak nikmat. Betapa banyak hari ini orang mengalami gangguan jiwa karena serba cepat dalam hal apapun.

Baca Lagi: Masuklah ke Learning Zone

Tetap gunakan teknologi, tapi jangan menjadi budak perkembangan yang cepat. Tetaplah jadi manusia, nyaman dan senang berdialog dengan anak dan pasangan di rumah.

Letakkan dan jauhkan smartphone dari jangkauan tangan saat berada di rumah, kecuali pada waktu tertentu untuk menunaikan kewajiban. Biarlah dunia bergerak cepat, tapi kebahagiaan dalam keluarga harus bergerak dalam rentang waktu yang panjang.

Lihatlah orang yang ingin cepat kaya dan memilih korupsi. Hasilnya?

Sekarang memang ada AI, orang bisa belajar apapun dengan cepat, tetapi apakah akan juga nikmat dan maslahat?

Semua tergantung pada diri kita sendiri, mau cepat tapi mudah tamat atau lambat tapi selamat.

Orang akan bercanda dengan berkata, “Cepat tapi selamat.” Begitulah manusia, tetapi alam telah memberikan “pelajaran” yang kita mesti memahami.

Tetapi kalau mendalami Al Quran, kita akan bertemu dengan satu perintah untuk bergerak cepat, yakni menuju ampunan Allah. Dalam hal itu, kita jauh lebih terhormat kalau bergerak cepat.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment