Sore itu, usai Maghrib, Naufal duduk termenung di teras rumah. Kepala penuh beban: proyek kerjaan yang amburadul, tagihan yang menumpuk, dan rasa takut akan masa depan. Sempat terpikir oleh pemuda yang merupakan jebolan pesantren itu untuk semakin taat kepada Allah, untuk menemukan solusi.
Naufal melanjutkan ceritanya. “Tiba-tiba, ayat ini muncul dalam bacaan harian saya: “Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat” (QS. An-Nasr: 3).
Entah mengapa, kalimat itu terasa menusuk hatinya.” Saya seperti diingatkan: ketaatan bukan sekadar kewajiban, tapi jalan keluar dari segala kebuntuan,” tegas Naufal.
“Saya coba praktikkan. Saat malam tiba, saya duduk melantunkan tasbih, dzikir, dan istighfar dengan hati yang masih setengah-setengah. Tapi semakin saya lakukan, perlahan rasa gelisah itu mereda,” sambungnya.
Ingat Pesan Taat
“Saya teringat nasihat Ibnu Qayyim al-Jauziyah: “Tidak ada yang lebih menyehatkan hati selain mendekatkan diri kepada Allah dengan memuji dan memohon ampunan-Nya,” tutur Naufal (lihat *Madarij as-Salikin).
“Betul juga. Semakin sering saya bertasbih dan beristighfar, semakin ringan langkah kaki menghadapi hari,” tambahnya.
Naufal terus menuturkan pengalamannya.
Dulu, saya mudah panik jika ada masalah keuangan. Takut miskin, takut tidak punya tabungan, bahkan sampai mengambil langkah yang justru memperparah keadaan. Tapi Allah mengingatkan: “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, maka cukuplah Allah baginya”* (At-Talaq: 3).
Dunia Seburuk-buruk Sandaran
Yang paling sulit bagi saya adalah melepas ketergantungan pada “sandaran dunia”.
Dulu, saya percaya jabatan adalah jaminan masa depan. Sampai suatu hari, jabatan itu dicabut begitu saja. Saya merasa jatuh.
Tapi di titik itulah, saya belajar: Allah Maha Penolong, tapi kita sering lupa menoleh ke-Nya.
Umar bin Khattab pernah berkata, “Aku telah menyerahkan urusanku kepada Allah, lalu Dia memberiku lebih dari yang aku harapkan” (HR. Ahmad).
Saya membuktikannya. Setelah lepas dari obsesi jabatan, Allah membuka jalan lain yang lebih sesuai dengan fitrah saya.
Kini, setiap kali rasa takut muncul—entah karena tekanan pekerjaan atau ketidakpastian hidup—saya langsung bertasbih dan berdoa.
Bukan karena saya sempurna, tapi karena saya tahu: Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang berserah diri.
Janji Allah Pasti Solusi
Bagi teman-teman yang mungkin sedang membaca ini, saya ingin berbagi pengalaman pribadi: jangan pernah ragu pada janji-Nya.
Ketaatan bukan ritual kosong. Ini adalah kunci untuk ketenangan di tengah badai. Saya sendiri pernah merasakan bagaimana dzikir di waktu Maghrib mengubah gelisahan menjadi optimisme.
Bagaimana istighfar di tengah malam membersihkan penyesalan yang mengendap di hati.
Jadi, mulai hari ini, mari kita jadikan ketaatan sebagai bentuk investasi akhirat sekaligus solusi dunia. Karena Allah Maha Kaya, Maha Pengampun, dan Maha Penolong. Tidak ada yang lebih aman daripada bersandar pada-Nya.*