Ketika dunia bak neraka. Pikiran ini hadir seusai saya melihat beberapa info yang ada di media massa dan media sosial.
Gempa susulan masih kerap menyapa Cianjur. Kini gempa Garut membuat semua waspada. Sementara Gunung Semeru seakan tak tertahankan menumpahkan materialnya yang kini membuat banyak orang ketakutan.
Baca Juga: Bencana Daang Persaudaraan Mengembang
Dunia tidak lagi menyajikan narasi tentang indahnya pakaian, megahnya rumah dan mewahnya kendaraan. Semua bisa hancur bahkan hilang seketika.
Masing-masing manusia mulai berpikir bagaimana nyawanya selamat. Bagaimana semua ini bisa terjadi. Dan, bagaimana menghadapi ini semua.
Musibah
Dalam Islam, bencana alam apa pun bentuknya terkategori musibah.
Menurut Al-Qurthubi, musibah artinya semua hal yang menyakiti kaum beriman. Besar atau kecil.
Abu Al-Faraj Ibn Al-Jauzi seperti termaktub dalam buku “Menghadapi Musibah Kematian” karya M. Al-Manjibi Al-Hanbali mengatakan, “Sekiranya dunia bukan medan musibah, di dalmanya tidak akan tersebar penyakit dan nestapa, takkan pernah ada kepedihan yang menimpa para Nabi dan orang-orang pilihan.”
Jadi, hadirnya gempa, erupsi dan lainnya harus membuat kita sadar bahwa dunia memang fana, tidak akan pernah abadi.
Namun jangan salah, dalam musibah Allah janjikan berkah bagi yang mau sabar dan tabah serta kembali kepadanya (taubat).
“Tidak ada musibah yang menimpa umat Islam hingga sekecil duri yang menusuknya, melainkan llah Azza wa Jalla akan menghapus dosa-dosanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jepang Waspada
Saya dan boleh jadi kita semua heran, mengapa erupsi Semeru yang terjadi kali ini (4/12/22) membuat negara nun jauh di sana seperti Jepang beri peringatan ancaman Tsunami.
Media mengabarkan bahwa erupsi Semeru jadikan Badan Meteorologi Jepang berikan perintatan ancaman timbulnya tsunami.
Tsunami itu bisa tiba di Pulau Miyako dan Yaeyama yang juga telah diperkirakan waktunya, yakni pukul 14.30 waktu setempat.
Baca Lagi: Pemimpin Berkekuatan Spiritual
Semeru erupsi sekitar pukul 02.46 WIB dini hari ini dengan tinggi kolom abu 1.500 meter di atas puncak gunung sekitar 5.176 meter di atas permukaan laut.
Apa makna dari ini semua? Bagaimana sikap kita? Mengapa bencana alias musibah datang bertubi-tubi di negeri ini? Siapa yang Tuhan kehendaki sadar?*