Saat sedang duduk di sebuah warung sate, kadang pas lagi lahap-lahapnya makan, pengamen datang. Sering bukan kita seperti masuk dalam ruang dilema. Mau memberi sedang makan. Tidak memberi muncul rasa kasihan.
Tetapi suasana hati itu tidak bertahan lama. Kalau pas kita memberi atau orang lain juga mengasihkan kerelaan hatinya, pengamen itu berhenti bernyanyi. Lalu angkat kaki.
Baca Juga: Ketabahan Hati dalam Gelombang Ujian
Orang yang sudah biasa mendapati pemandangan seperti itu, biasanya memilih aman dengan mengangkat tangan. Tanda tak bersedia memberi atau sedang tak mau diganggu.
Ketabahan Pengamen Otista
Namun dalam beberapa waktu terakhir, saya mendapati gaya seorang pengamen yang tak biasa.
Ia menyanyikan begitu banyak lagu dengan skill memainkan gitar yang cukup baik. Enak pokoknya telingaku mendengar.
Lebih dari itu, ia sabar, tampak sopan kepada seluruh pelanggan sebuah warung sate tegal di kawasan Otista, Jakarta Timur.
Setelah kira-kira menyanyikan 4 hingga 5 lagu, barulah pengamen itu menyapa satu demi satu pelanggan sate.
Hasilnya keren, hampir semua pelanggan memberikan dukungan dengan memasukkan uang lembaran. Selintas pantauanku yang tak seakurat CCTV, ada yang 2000, kemudian 5000, bahkan 10.000.
Saya memandangi langkah kaki sang pengamen yang menyanyi dengan penuh kesungguhan. Ada kepuasan dalam hatinya yang memendar dari wajahnya.
Pendidikan Nyata
Pengamen itu telah memberikan pendidikan bahwa kalau cara kita melakukan sesuatu memang tidak terburu-buru, maka hasilnya akan baik.
Kesan pelanggan pun pasti positif. Satu sisi warung sate itu bisa menjadi tempat pengamen mendapatkan nafkah. Sisi lain, pelanggan tak merasa diganggu apalagi diteror oleh datangnya pengamen demi pengamen.
Buya Hamka mengutip ungkapan Herbert Spencer dalam buku “Pribadi Hebat”. Kesanggupan menahan hati adalah sendi kemanusiaan dan itulah tujuan pendidikan.”
Pengamen itu benar-benar menahan diri dari segera ingin mendapatkan uang. Akhirnya ia mampu memberikan lagu terbaik, bukan hanya 1 tapi 5. Wajar kalau kemudian pelanggan sate yang ada rela untuk memberikan dukungan.
Dan, jauh sebelum momen pengamen itu berlangsung, ia tak pernah lelah berlatih memainkan gitar sekaligus bernyanyi dengan kemampuan terbaiknya. Itulah ketabahan dan begitulah kesungguhan.*