Kesadaran Turgut Bey muncul jadi tema ulasan kali ini karena dinamika ekstrem yang terjadi pada dirinya. Turgut Bey adalah sahabat dari Osman Bey, pendiri Daulah Utsmaniyah.
Peran Turgut Bey dalam dakwah Islam bersama Osman sangatlah besar. Ia termasuk orang yang senantiasa mendapat tasdik dari putra Ertugrul Ghazi itu.
Namun seiring berkelintarnya waktu Turgut Bey tersemu oleh kecintaan akan tahta dan harta. Hal itu terjadi kala Osman Bey bersamanya sukses melakukan penaklukkan kastil di Marmaracik.
Baca Juga: Sumber Kegelisahan
Ia sempat duduk pada tahta kastil itu tidak lama setelah penaklukkan. Dalam hatinya menyembul betapa nyaman kalau dirinya duduk sebagai penguasa pada kastil tersebut.
Mulailah ia asan tak asan akan masa depan dirinya. Akan tetapi betapa Turgut terkejut kala Osman memberikan pengumuman secara resmi, justru nama Oktem Bey yang membuntang sebagai penguasa Marmaracik.
Berpisah
Turgut tidak lagi mampu mengendalikan diri. Ia secara terbuka mempertanyakan keputusan Osman dalam forum musyawarah dengan Osman dan para pemimpin lainnya.
Esok harinya, Turgut memutuskan diri untuk bererak dengan Osman. Turgut memilih kembali ke kastil yang pernah ia taklukkan bersama Osman, yakni di Inegol.
Dalam situasi ia bersoal dengan Osman karena keinginan kuat mendapat kekuasaan datanglah Ismihan Sultan, ibu dari Raja Dinasti Seljuk, Aladin.
Ismihan memahami apa yang terjadi dalam diri Turgut. Maka dengan maksud memperlemah posisi Osman Bey, Ismihan Sultan memprovokasi Turgut Bey menjadi aliansinya. Turgut Bey setuju.
Ia bahkan merasa bahwa cukup kuat untuk melawan Osman Bey. Mulailah muncul pikiran bahwa dakwah Islam tidak harus dengan Osman Bey. Dirinya pun bisa dakwah sendiri.
Namun, Turgut Bey tersentak saat menerima undangan makan malam Ismihan Sultan. Ia harus rela duduk bersama orang kafir bernama Olof, yang merupakan musuh bebuyutan umat Islam.
Niat hati menolak, namun Turgut Bey tak ingin ada kerusuhan pada momen tersebut. Ia pun kembali duduk dengan hati yang sangat mendidih.
Islam
Beberapa hari usai peristiwa itu, Turgut Bey selalu gelisah. Ia merasa tidak nyaman kala terus duduk di atas tahta Kastil Inegol.
Hingga tiba masa, Syeikh Edebali datang kepada Turgut. Turgut sempat salah paham, mengira Syeikh Edebali akan menyudutkannya dan membela Osman.
“Turgut Bey, ini bukan soal Osman atau Anda. Ini tentang nasib umat Islam. Sekarang orang-orang kafir telah bersepakat dengan munafikin untuk menyabot rantai pasok pangan. Pasar-pasar tidak beroperasi dan bahan makanan mereka timbun agar umat Islam kelaparan,” urai ayah dari Bala Hatun itu.
Seketika Turgut Bey tersadarkan. Ia langsung memanggil sang ajudan, bernama Kutan untuk besok pagi bersiap menyerang kelompok orang kafir itu.
Baca Lagi: Yuk Mendekati Sejarah
Kesadaran itu membuat Turgut Bey datang ke lokasi penimbunan bahan makanan yang seharusnya datang ke Bazar Yenisehir. Tetapi kala ia datang, Malhun Hatun dan tentara Osman lainnya telah berperang melawan orang Kafir.
Turgut Bey langsung bertindak sigap kala Malhun Hatun hampir kena tebasan pedang orang kafir. Turgut Bey pun membantu pertempuran itu dan umat Islam mengalami kemenangan.
Dari Turgut Bey kita bisa belajar bahwa dalam perjuangan dakwah jika diri hanya mengukur kehidupan sebatas tahta dan harta, seketika hati merasa ringan membuat garis permusuhan dengan sahabat yang telah lama saling menguatkan dalam dakwah.
Akan tetapi begitu kita sadar bahwa persahabatan, dakwah, dan perjuangan demi izzah umat Islam, seketika hilanglah yang namanya Turgut atau Osman. Yang ada hanya iman dan Islam.
Seperti Turgut sadar, mungkin begitulah seharusnya kaum muda Islam, jangan merasa benar karena sempitnya sudut pandang terhadap dakwah. Lalu menyalahkan sahabat sendiri demi legitimasi kekerdilan pikiran dalam dakwah Islam.*