Nabi Muhammad SAW itu orang yang keren nan mulia. Dalam arti kata, semua yang beliau sabdakan selalu tentang membentuk kepribadian kita menjadi baik. Bahkan kata-kata pun beliau SAW tekankan agar selalu baik. Itu kalau memang benar ada iman kepada Allah dan hari akhir.
Sore ini, usai pertemuan, saya membaca buku “Psikologi Kepribadian Jilid 1” karya Hesti Setyodyah Lestari. Kata dia kepribadian itu berbicara soal perilaku, perasaan, dan pola pikir.
Artinya, kepribadian tidak hanya terbatas pada tindakan lahiriah yang dapat diamati, tetapi juga mencakup dimensi internal seperti emosi dan cara berpikir individu.
Dengan kata lain, kepribadian adalah gabungan dari elemen-elemen yang bersifat eksplisit (perilaku) dan implisit (perasaan serta pola pikir), yang secara bersama-sama membentuk identitas unik seseorang dalam interaksinya dengan lingkungan.
Kepribadian Tidak Statis
Sedangkan Rustam dalam buku karyanya “Psikologi Kepribadian” menerangkan kepribadian membahas tentang sifat, minat, dan cita-cita.
Definisi Rustam ini lebih menyoroti dimensi aspiratif dan motivasional dari kepribadian. Sifat mengacu pada karakteristik yang relatif stabil dalam diri individu, sementara minat dan cita-cita mencerminkan orientasi masa depan serta kecenderungan untuk mengejar tujuan tertentu.
Pandangan Rustam ini menunjukkan bahwa kepribadian bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis dan berkembang seiring dengan perubahan waktu dan pengalaman hidup seseorang.
Dengan demikian, kepribadian dapat dipahami sebagai alat yang membantu individu merencanakan masa depannya berdasarkan nilai-nilai dan preferensi pribadi.
Secara keseluruhan, kedua pendekatan ini saling melengkapi dalam menjelaskan konsep kepribadian secara holistik.
Hesti Setyodyah Lestari menawarkan kerangka kerja yang lebih komprehensif dengan memasukkan dimensi internal seperti perasaan dan pola pikir, sementara Rustam menyoroti aspek aspiratif dan tujuan jangka panjang dalam pembentukan kepribadian.
Kombinasi kedua perspektif ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana individu berinteraksi dengan dunia luar, mengelola emosi, dan mengejar impian mereka.
Pendek kata, kepribadian dapat dilihat sebagai konstruksi multidimensi yang tidak hanya mencerminkan siapa kita saat ini, tetapi juga siapa yang ingin kita capai di masa depan.
Tanamkan Cita-Cita
Uraian ini saya kira cukup menjadi satu potret, bahwa kepribadian itu perlu kita bentuk dari dua hal utama. Pertama, iman yang kokoh kepada Allah dan Rasulullah SAW. Kedua, milikilah cita-cita yang baik, tanam kuat dalam hati.
Mengapa Soekarno ucapan-ucapannya banyak yang menggugah, ya dia ada cita-citanya. Bahkan sangat dalam. Begitu pula mengapa Buya Hamka menjadi ulama hebat. Dia tidak berhenti menulis dan mencerdaskan umat dan bangsa.
Jadi, kalau ada orang yang kata-katanya masih tidak baik, bisa kita bantu dengan dua hal itu. Tapi kalau dia tidak mau, setidaknya kita tetap semangat menjadi pribadi yang baik.*