Home Berita Kenapa Tidak Terus Terang?
Mengapa Tidak Terus Terang

Kenapa Tidak Terus Terang?

by Imam Nawawi

Kenapa tidak terus terang, seakan sebuah ungkapan puitis sepasang kekasih. Namun ungkapan interogatif itu sebenarnya adalah pertanyaan publik kepada para pemimpin. Mengapa harus sembunyi dalam menetapkan kebijakan.

Dalam kehidupan normal, orang yang memiliki niat baik dan caranya baik, pasti akan bangga menyampaikan keputusannya. Tetapi sebaliknya ada orang punya keinginan dan tidak menempuh cara yang semestinya, ia akan memunculkan semua kehendaknya pada tahap hilir kebijakan.

Baca Juga: Orientasi Makan

Orang terkejut, orang bingung, sebagian orang langsung menganalisis dan menolak. Itu bukan salah publik, tetapi mengapa ada kebijakan dalam republik tanpa keterlibatan publik. Sampai-sampai, Koran Tempo pun melansir laporan “Adu Klaim Soal Partisipasi Publik.”

Silaturahmi yang Jadi Sosialisasi

Masih dalam laporan Koran Tempo, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mendapat beragam pertanyaan dan penolakan dalam acara silaturahmi yang diikuti oleh perwakilan federasi dan konfederasi serikat pekerja, dan perwakilan dunia usaha.

Ketua Umum Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, Mirah Sumirat mengatakan bahwa dalam acara itu hanya bisa 3 penanya. Satu dari Apindo, dan dua dari serikat pekerja. Isinya satu, menolak Perpu Cipta Kerja.

“Agendanya silaturahmi, tapi isinya sosialisasi perpu. Ngapain baru disosialisasi setelah sudah menjadi barang? Padahal sekarang juga banyak penolakan. Kami juga menolak,” ujar Mirah kepada Tempo.

Jadi, tidak nyambung akhirnya. Pemerintah merasa perpu itu harus segera disosialisasikan. Sementara perwakilan pekerja dan pengusaha melihat itu tidak boleh jadi aturan. Buktinya mereka menolak perpu yang terbit saat sebagian orang sedang liburan.

Ikatan Cinta

Pemerintah seharusnya tidak boleh merasa bahwa tidak ada ikatan cinta antara dirinya dengan rakyat. Bukankah dahulu para pejabat itu juga rakyat?

Nanti pada 2024 semua politisi partai akan “merayu” rakyat agar mendapat amanat dan kembali jadi pejabat?

Lantas mengapa sekarang seakan-akan tidak pernah mengenal rakyat, melibatkannya pun tidak?

Baca Lagi: Sektor Pangan Penentu Masa Depan Dunia

Sebagai sebuah negara kesatuan pejabat harusnya mau berterus terang. Jangan pernah ada pikiran bahwa negara ini kita saja yang atur, terserah kita. Itu bukan demokrasi namanya. Tetapi mari sadar bahwa aturan ini untuk rakyat maka rakyat harus kita dengar agar keputusan nanti benar-benar membawa kesejahteraan bagi rakyat.
Apakah cara berpikir seperti itu seperti aib bagi pejabat?*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment