Tuhan telah menyuratkan dunia ini tipuan belaka (QS. Al-Hadid: 20). Dan, sepertinya kita sangat mudah untuk menginsafinya. Seperti fenomena belakangan dan dalam sejarah, banyak penguasa merasa memiliki kekuatan yang sebenarnya tidak perkasa sama sekali.
Kekuatan manusia selalu dalam kontrol, pengawasan dan evaluasi manusia yang lain.
Oleh karena itu setiap pemimpin yang memilih galat dalam menggunakan kekuatan, yang sejatinya titipan itu selalu mencari lorong gelap untuk menebar “racun” yang sebenarnya juga akan mencepol nyawanya sendiri.
Baca Juga: Makna Kekuasaan
Era Nabi Musa as, Fir’aun adalah sosok paling punya kekuatan. Siapapun yang tidak tunduk akan mendapat hukuman hingga melayang nyawanya.
Tetapi, apakah berjalannya waktu Fir’aun terbukti sebagai manusia yang benar-benar memiliki kekuatan?
Alquran menjabarkan fakta itu dengan baik, agar kita paham, bahwa tidak ada manusia yang benar-benar memiliki kekuatan. Yang ada, manusia hanya diberi titipan kekuatan.
Dan, seperti pisau, ketika kekuatan itu mendorong manusia sadar untuk berbuat adil, maka kekuatan itu jadi maslahat.
Sebaliknya, kekuatan yang mengarahkan diri pada kerusakan, kekuatan itu pula yang akan membuat jalan masa depan penuh derita. Dunia dan akhirat.
Pertanyaan Manusia
Kalau kita singgah pada masalah putusan MK tentang perpanjangan masa jabatan KPK misalnya, mungkin MK telah menggunakan kekuatannya.
Tetapi manusia yang tajam pikirannya akan mempertanyakan, kenapa kekuatan itu disalahgunakan.
Idul Rishan, pengajar departemen hukum tata negara Fakultas Hukum UII dalam opini di Koran Tempo (7/6) melakukan hal itu. Yakni mempertanyakan mengapa MK menggunakan kekuatannya secara kurang tepat.
Terhadap permohonan presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden) dalam UU Pemilu, mengapa MK memilih sikap menahan diri alias tidak mengadili keputusan politik pemerintah di ranah kebijakan hukum terbuka dan memiliki dampak luas dan strategis di masyarakat.
Sedangkan terhadap perkara Ghufron, mengapa MK memilih jalan aktivisme. Padahal MK tak memiliki cukup kuat alasan.
Dalam bahasa Idul Rishan, “Dalam perkara ini (Ghufron), MK memilih jalan aktivisme, meskipun tak ada alasan yang cukup kuat bagi MK selain menyelamatkan kepentingan Ghufron selaku pemohon.”
Pendek kata, Idul menggugat, mengapa MK mau mengurus permohonan Ghufron dalam hal masa jabatan KPK dan soal orang boleh dicalonkan meski belum berusia 50 tahun.
Mengapa MK mau capek-capek menggunakan kekuatannya dengan hanya memberi (dalam bahasa Idul) “kado” bagi Ghufron?
Kembali Sadar
Tak satupun manusia bisa memberi hukuman terhadap orang yang mengira kekuatan yang ada pada dirinya adalah miliknya.
Baca Lagi: Masih Ada yang Bisa Kita Banggakan
Tetapi dunia ini ada yang menciptakan. Manusia yang melawan ketentuan Tuhan, pasti bertemu hukuman. Cepat atau lambat, sekarang atau nanti.
Oleh karena itu kembali sadar bahwa apapun yang ada dalam diri kita, termasuk kekuatan berupa pangkat, kedudukan, otoritas dan sebagainya, jangan sampai membuat kita terlena.
Rasulullah SAW sangat tidak suka kepada orang yang memiliki kekuatan tetapi berbuat tidak adil.
“Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia,” (HR. Muslim).
Jadi, gunakanlah kekuatan pada kebenaran, kemajuan dan kemaslahatan rakyat.
Jangan terjebak dalam kerugian. Karena jabatan yang ada di tangan, cepat atau lambat akan hilang, termasuk dengan kekuatan yang dibanggakan. Dan, itu pasti, karena sejarah memang merekam itu dengan baik.
Selain Allah juga telah menegaskan bahwa kekuatan itu hanyalah milik-Nya semata. Tak ada yang lain memiliki, bahkan sebesar cakaran kuku kucing sekalipun, tanpa seizin dari-Nya.*