Beberapa hari ini, di sela-sela aktivitas, saya diberikan kekuatan untuk senantiasa menengok buku-buku sejarah. Utamanya sejarah bagaimana kekuasaan bangkit dan akhirnya jatuh, lumpuh dan runtuh. Seperti manusia, kekuasaan itu ada ajalnya.
Kita mulai saja dari era Presiden Soekarno. Ia sosok yang kuat dan dikagumi banyak orang di awal masa kepemimpinan. Namun akhirnya terjatuh dan lumpuh kekuasaannya di detik-detik akhir masa jabatannya.
Baca Lagi: Manusia Kelas Keledai
Presiden Soeharto juga sama, ia tampil sebagai pahlawan pada awal kekuasaan. Kemudian ia dituntut mundur. Beruntung usianya sudah sangat matang, sehingga ia memahami itu sebagai ajal dari kekuasaannya, lalu menyerahkan kepemimpinan kepada Habibie dan sejak itu, Presiden Soeharto benar-benar undur diri dari perpolitikan.
Sedikit terbang ke masa daulah-daulah, keadaannya jelas tidak berbeda. Lahir, kuat dan melemah lalu jatuh. Mulai dari Andalusia, Mamluk, hingga Utsmaniyah. Bahkan era imperialisme dan kolonialisme, mereka ada, kuat dan akhirnya hilang dan kini menjelma dalam bentuk lain.
Menuju Ajal
Setiap kejadian diawali oleh tanda-tanda, gelagat atau isyarat. Demikian pula dengan kekuasaan. Cirinya sama yakni perpecahan internal yang terus meruncing, konflik yang tak terkendali dan puncaknya ialah perebutan tahta kekuasaan.
Dalam pandangan Ibn Khaldun pada Kitab Muqaddimah, masa menuju ajal ini kekuasaan masuk ke tahap kelima.
Pada tahap ini pneguasa berfoya-foya, menikmati kemewahan, membuang-buang sumber daya. Aparat mulai kehilangan kompetensinya, kemudian orang-orang di pengadilan yang menganggur dihargai dan kritikus yang tulus dihina dan dihukum.
Penguasa kehilangan semua jenis simpati dan perasaan kebersamaan, kestiakawanan dan lain sebagainya.
Pada tahap itu, masih kata Ibn Khaldun, pajak mulai meningkat, sementara pendapatan masyarakat menurun. Ekonomi hancur dan sistem sosial terganggu. Saat itu semua ada, kekuasaan mulai kehilangan keseimbangan karena beban derita berupa penyakit berat yang tak mungkin lagi disembuhkan.
Khusnul Khotimah
Sebagaimana manusia yang pasti bertemu ajal, sejatinya hal yang amat penting dipikirkan dan diperjuangkan oleh kekuasaan ialah bagaimana ajal yang tiba nanti benar-benar menyandang kebaikan paripurna yang dalam Islam disebut khusnul khotimah.
Tentu saja di dalam konteks ini kekuasaan harus dikerahkan untuk seutuhnya dapat mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat.
Baca Juga: Boomerang Kekuasaan
Keadilan dan kebenaran harus ditegakkan. Perbedaan pendapat mesti dikelola dengan cerdas dan konstruktif. Jika ini berhasil dilakukan, maka kekuasaan yang berakhir akan khusnul khotimah.
Sejarah tidak sekedar mencatat tetapi akan merindukannya dan menjadikannya sebagai model kekuasaan yang perlu dihadirkan dimasa mendatang. Adakah ini yang akan terjadi nanti pada kekuasaan hari ini?*