Sebagian orang mungkin tak habis pikir, mengapa ada seorang pemimpin atau kelompok orang yang apa-apa selalu cenderung potensial destruktif, melawan arah kebenaran dan kian tidak terkendali ketamakannya. Dalam kajian Al-Ghazali itu sederhana, sebabnya hanya satu, yakni panjang angan-angan.
Dalam Ihya’ Ulumuddin disebutkan bahwa panjang angan-angan itu adalah buah dari dua hal. Pertama kebodohan. Kedua, terlalu cinta kepada dunia.
Kebodohan ialah kejahiliyahan, dimana seseorang memandang bahwa dunia inilah tempat kehidupan yang hakiki, maka ia akan berusaha sekuat tenaga untuk meraih kesenangan duniawi, apapun caranya, akan ditempuhinya.
Kata Imam Ghazali, orang seperti itu memandang jauh kematian, sebab badannya masih sehat, usia masih muda, jadi, berbuat saja semau dirinya.
Baca Juga: Sukses dengan Mengubah Sudut Pandang
Padahal kalau dia mau berpikir, semua itu dekat. Sehat, bisa saja tiba-tiba sakit, lalu meninggal dunia. Atau bahkan tidak perlu sakit, seseorang bisa saja meninggal dunia karena sebab yang lain. Jadi, tidak ada yang jauh dalam kehidupan ini.
Tetapi, karena memang senang dalam kebodohan, maka ia menuruti panjang angan-angan dalam dirinya hingga lalai dan semakin merasa jauh dengan kematian yang sejatinya amat dekat.
Tunda
Cinta dunia menjadikan seseorang selalu ingin bersama kelezatan-kelezatan duniawi, sehingga jiwanya berat berpisah dengan segala macam kenikmatan dunia ini.
Kalau sudah itu yang berkuasa dalam hati seseorang, maka ia akan terus menunda-nunda kebaikan di dalam dirinya, apalagi taubat dan kembali ke jalan yang benar.
Seperti orang yang tidur di malam hari. Saat terbangun, ia akan mendengar bisikan, malam masih panjang. Hingga saat dekat waktu Shubuh, ia akan mendengar seruan, tidurlah, masih belum cukup mengobati lelah. Pada akhirnya ia bangun setelah matahari terbit. Demikian terus yang dilakukan sampai kemudian ajal menjemput.
Kata Al-Ghazali, asal panjang angan-angan tidak lain adalah cinta dunia.
Inilah yang membuat banyak orang gelap mata. Aturan dipermainkan, hukum dijungkirbalikkan, dan kebenaran dipandang sebagai rongsokan. Tetapi sebagaimana sunnatullah, semua ada akhirnya.
Dan, penyesalan penghuni neraka, kata Al-Ghazali kebanyakan disebabkan karena suka menunda untuk taubat kepada Allah Ta’ala.
Ketakutan
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu menyebutkan dua rasa takutnya. Yaitu, panjang angan dan hawa nafsu yang diperturutkan.
Dengan menangis dan kekhawatirannya, sepupu Nabi ini berkata, “Panjang angan akan menjadi seseorang lupa akan akhirat. Sementara hawa nafsu yang diperturutkan akan menghalangi orang dari kebenaran. Dunia ini telah pergi dan akhirat telah tiba.
Setiap wanita yang mempunyai anak banyak, hendaknya menjadikan mereka anak-anak akhirat dan janganlah menjadikan mereka sebagai anak dunia. Hari ini adalah hari amal dan bukan perhitungan. Sedangkan besok adalah hari perhitungan, bukan hari amal.”
Baca Juga: Bahagia Menikmati Proses Perjuangan
Demikianlah kehidupan dunia, siapa yang tidak menyadari, maka ia akan terseret dan digilas oleh tipuan yang memabukkan. Cukuplah Alquran mengisahkan sejarah umat terdahulu, bahwa kekayaan seperti apapun kalau tidak untuk beribadah kepada Allah, ujungnya pasti kenistaan. Allahu a’lam.*
Mas Imam Nawawi_Ketua Umum Pemuda Hidayatullah