Rasanya semua orang senang sekali kalau mendengar “nyanyian” tentang keduniawian. Kata demi kata kisah sukses mengumpulkan harta langsung menghujam ke dalam hati, membentuk kesadaran dan keinginan kuat. Tetapi bagaimana dengan janji Allah tentang akhirat yang selain abadi juga jauh lebih baik dari dunia dan seisinya?
Sebagian orang dengan penuh percaya diri berkata: “Orang Islam harus kaya, bagaimana bisa zakat, kalau tidak punya kekayaan”.
Nyanyian indah dan seperti sebuah seruan yang sangat benar. Akan tetapi apakah kita lupa pada masa Nabi SAW juga ada sosok sahabat bernama Bilal ra, hingga Abu Hurairah ra.
Bilal ra
Bilal adalah salah satu sahabat yang paling awal memeluk Islam. Ia mempertahankan keimanannya meskipun menghadapi siksaan berat dari majikannya yang kafir. Keteguhan dan keberaniannya dalam menghadapi cobaan menjadikannya teladan bagi umat Islam.
Bilal memiliki akhlak yang mulia. Ia rendah hati, jujur, sabar, dan pemaaf. Rasulullah SAW sangat mencintainya dan bahkan mengangkatnya sebagai muazin pertama dalam Islam, sebuah posisi yang sangat terhormat.
Apakah ada orang yang berteriak, ayo jadi muadzin? Padahal ini jelas sejarahnya.
Abu Hurairah ra
Abu Hurairah ra sahabat yang memiliki kecerdasan dan daya ingat yang luar biasa.
Ia mampu menghafal ribuan hadits Rasulullah SAW dan meriwayatkannya kepada generasi selanjutnya. Kemampuan ini menjadikannya sumber ilmu yang sangat berharga bagi umat Islam.
Bayangkan, setiap ada orang membaca hadits, rata-rata berawal dari kalimat “An Abi Hurairah ra…”
Apakah dedikasi Abu Hurairah itu bukan sebuah kebaikan yang tak terputus?
Akan Kemana?
Namun, kehidupan Nabi SAW bersama para sahabatnya sangat lengkap. Ada sahabat seperti Bilal ra, Abu Hurairah ra. Tetapi ada juga sahabat Nabi SAW seperti abu Bakar Ash-Shiddiq, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam.
Baca Juga: Care itu Buah Ketakwaan
Mereka adalah sahabat Nabi SAW yang kaya, teguh keimanannya, pemberani dan tentu saja sangat dermawan dalam agenda-agenda infak perjuangan di jalan Allah.
Utsman bin Affan, ia sahabat Nabi yang paling kaya dan dermawan. Ia sering menyumbangkan hartanya untuk kepentingan umat Islam, seperti membeli sumur Raumah untuk kepentingan umum dan membiayai sebagian besar pasukan perang Tabuk.
Dalam konteks menjadi seperti Utsman, silakan menjadi kaya. Karena kekayaan yang akan diperoleh jelas arahnya, kepada jalan Allah.
Atau bisa seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq. Sahabat terdekat dan paling dicintai Rasulullah SAW. Ia kita kenal sebagai pedagang yang kaya raya namun sangat dermawan. Ia selalu mendahulukan kepentingan Islam di atas kepentingan pribadinya.
Akhiran
Jadi, Islam adalah agama yang mendorong umat ini mengejar kekayaan, tapi jangan sampai kekayaan semu itu membuat kita lepas akan kenikmatan dalam keabadian.
Jadilah kaya seperti Abu Bakar, Utsman, dan lain-lainnya. Tetapi kalau diri bukan tipe orang yang bisa kaya, jadilah hebat seperti Bilal atau Abu Hurairah.
Islam memberikan kesempatan kepada siapapun, apapun kemampuannya untuk menjadi yang terbaik dalam memperjuangkan agama Allah.
Satu hal yang harus kita pastikan terjaga setiap hari adalah hati ktia selalu terpesona kepada narasi-narasi keabadian (akhirat) sebagaimana orang-orang kafir sangat terlena terhadap cerita-cerita kekayaan uang, harta benda sekarang. Lalu mereka menganggap kekayaan fana itulah kemenangan yang nyata. Padahal semua kekayaan dunia yang tak ada landasan imannya hanyalah fatamorgana.*