Home Kisah Kebangkitan Ibu Kang Maman
Saya penasaran bagaimana kebangkitan mental Ibu Kang Maman terjadi dan mengakar kuat

Kebangkitan Ibu Kang Maman

by Imam Nawawi

Sejak cover buku berjudul “…dan janda itu ibuku” karya Kang Maman paling baru itu saya lihat melalui WA, saya sudah tak sabar memegang, membaca dan menggali maknanya. Saya penasaran bagaimana kebangkitan mental Ibu Kang Maman terjadi dan mengakar kuat.

Kesempatan itu akhirnya datang, tepat pada hari ulang tahun Kang Maman, 10 November 2024. Begitu buku itu telah diberi namaku oleh Kang Maman, sesegera mungkin saya melahapnya.

Saya harus segera membaca secepat mungkin, sedalam mungkin walau singkat agar pikiranku dapat menangkap dengan baik apa yang akan Kang Maman dan teman-teman Kang Maman sampaikan.

Dua sosok wanita yang menemani Kang Maman dalam acara yang berlangsung di Gramedia Grand Indonesia itu, Desy Ratnasari dan Rahayu Saraswati, juga sosok yang telah lama mengenal Kang Maman dengan baik.

Saya memang terus berupaya tidak meninggalkan forum ilmu, kecuali pulang dengan membawa sebanyak-banyak ilmu, hikmah dan minimal semangat untuk tak patah di jalan kebaikan.

Apalagi kalau berbicara ibu. Bedanya, Kang Maman anak pertama dari seorang ibu. Saya anak kelima dari seorang ibu. Ibu Kang Maman dan ibuku, sama-sama ibu hebat. Ibu kita semua adalah orang hebat.

Hebat

Apa hebatnya ibu Kang Maman? Mari kita lihat.

Selepas sang suami wafat, tak banyak yang bisa ibu Kang Maman lakukan. Tetapi wanita 31 tahun itu menempuh jalan terbaik, sujud di tengah malam yang sunyi.

Bukan sujud biasa, tetapi penyerahan diri atas ketidakberdayaan yang ditandai dengan derasnya air mata di atas sajadah.

“Ibu isi malam-malamnya di atas sajadah, berdoa dan merintih,” tulis Kang Maman.

Hasilnya? Hebat! Mari kita perhatikan.

Baca Juga: Menggali Ide Kang Maman

“Bapakmu sudah tidak ada. Ayo, sama-sama kita jalani hidup. Jangan permalukan bapakmu di kampung kelahirannya ini. semua harus bangkit. Harus tetap sekolah. Bagaimana biaya, biar Ibu yang pikirkan. Bapakmu sudah meninggal, tapi masih mengirim uang untuk kita. Bapakmu, kan, masih punya uang pensiun. Cukup-tidak cukup, harus cukup! Pokoknya, kamu sekolah, jadi anak-anak baik. Saling bantu.”

Doa Membangkitkan

Saya melihat dua hal yang terhubung erat bahkan sangat kuat, spiritualitas dan kesehatan mental. Menangis itu boleh, asal tepat waktu dan caranya.

Ibu Kang Maman tak mengadu kepada manusia. Tapi langsung kepada Sang Khaliq, Allah SWT.

Kata ibuku yang orang Jawa, “Allah mboten sare” (Allah tidak tidur). Benar, Allah menjawab rintihan dan doa Ibu Kang Maman. Berupa “ilham” untuk bangkit.

Saya teringat akan ayat ke-61 Surah Hud. “Inna Robbi Qoribun Mujiib” (Sungguh tuhanku dekat dan menjawab [doa]).

Dalam kata yang lain, jika dalam hidup kita seperti didera masalah yang berat dan tak bisa diangkat lalu berdoa, ingatlah Allah tak akan mengubah keadaan kita. Tetapi kalau kita memohon, Allah akan sadarkan hati kita sehingga bangkit mental kita untuk bisa menjawab tantangan itu.

Perhatikan baik-baik! Ya, cermati dalam-dalam, kalau perlu ambil nafas panjang, tahan dan baca kalimat itu berulang kali. Betapa Allah menjawab dengan kebangkitan mental dari Ibu Kang Maman, yang indikasinya teramat terang, melalui kalimat-kalimatnya yang cemerlang itu.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment