Bagiku, Allah Maha Pengasih benarlah demikian faktanya. Dan, amat sangat terasa. Di akhir Ramadhan, Rabbul Alamin itu memberikanku kebahagiaan yang amat kusyukuri, yakni anak-anak di rumah yang mulai membuat kesimpulan dari buku yang dibaca.
Belakangan memang cukup sering belanja buku kulakukan, terlebih kalau pas buka facebook ada info (apalagi promo) buku-buku bergizi. Hal ini sebagai upaya terus menguatkan pengamalan atas perintah-Nya, “Iqra’ Bismirabbik.”
Sebagian mungkin bertanya, apakah aktivitas anak-anak di rumah hanya membaca, tentu saja jawabannya tidak. Bagaimanapun anak-anak tetap butuh permainan.
Baca Juga: Pastikan Arah Hidup
Kata seorang ahli pendidikan keluarga, bagi anak-anak bermain itu adalah bisnis paling serius. Maka saya tidak melarang bermain, terlebih kalau hujan turun, mereka pasti ingin keluar dan hujan-hujanan. Kita berikan kesempatan.
Namun demikian, pengarahan untuk mencintai aktivitas yang Allah perintahkan harus mendapatkan perhatian dan penekanan, di antaranya membaca dan menulis.
Harta
Salah satu bacaan anak di rumah adalah Ihya’ Ulumddin, karya Imam Ghazali.
“Abah, kakak, sudah membaca,” katanya. Saya pun tersenyum dan mengatakan, “Coba tuliskan apa kesimpulannya.”
Putriku itu tidak menjawab tetapi langsung menjalankannya. Sepulang dari tempat bekerja, ia menyampaikan hasil kesimpulannya.
“Apabila harta seorang Muslim bertambah (terlebih) jika memang ia adalah orang yang memiliki cukup harta ketika dewasa, maka diwajibkan pula baginya mempelajari ilmu tentang kewajiban berzakat.”
Putriku pun mengatakan, “Kelak, kakak, ingin menjadi orang yang berzakat,” katanya.
Kemudian langsung kutimpali, “Itu artinya, kakak menjadi seorang muzakki, sehingga hartanya suci dan terus berkembang dengan diselimuti berkah dari Allah Ta’ala.”
Zalim
Anakku satu lagi membaca bacaan yang lebih ringan, yakni buku kisah tentang orang-orang yang berbuat zalim.
Selepas Shubuh ia mendatangiku. “Abah, boleh buka komputer tidak?”
Kujawab, boleh dengan syarat membaca dan menulis terlebih dahulu. Dengan ringan hati ia pun melakukannya.
Tapi memang masih tampak, motivasinya bukan pada aktivitas membaca dan menulis itu sendiri, tetapi membuka komputer.
Baca Juga: Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan
Saya sudah sangat bersyukur, karena itu berarti ada tanda-tanda bahwa kelak Allah akan memberikan kepadanya rasa cinta kepada ilmu.
Setelah beberapa menit berlalu, ia menyodorkan hasil bacaannya. “Tidak boleh berbuat zalim.”
Satu lagi datang dengan membawa tulisan yang benar-benar ia peroleh dari belajar memperlancar bacaan. Tidak begitu bisa dimengerti, tapi usahanya ini patut disyukuri. Dan, inilah kebahagiaan luar biasa.
Saya yakin bahwa jika kebaikan ini berlangsung di akhir Ramadhan, maka jika bisa bertahan hingga mereka aqil baligh, maka hal ini akan menjadi satu kebiasaan positif yang mendominasi dirinya.
Akan tetapi, ikhtiar bukan penentu. Di sinilah, di Ramadhan mulia inilah, doa-doa terbaik untuk buah hati kita harus dipanjatkan. Semoga semua anak-anak kita menjadi orang yang mencintai ilmu dan mengamalkannya serta mendakwahkan (mengajarkannya).
Lebih dalam saya berharap, mereka semua menjadi anak sholeh dan sholehah, sehingga kebaikan tanpa batas benar-benar terus mengalir hingga kami semua di surga-Nya. Aamiin.
Mas Imam Nawawi_Perenung Kejadian