Mario Dandy Satrio kini mendadak jadi perbincangan publik usai menganiaya orang lain (David) hingga mengalami koma. Kabar media menyebutkan Mario adalah anak orang kaya. Sang ayah pejabat di kantor pajak. Terlepas dari apa pemicu dan faktor yang menjadikan masalah itu mencuat, sebuah aturan harus kita pahami bahwa kaya tak berarti halal jumawa.
Kasus itu bahkan mengundang respon dari Menko Polhukam Mahfud MD. Mahfud bahkan tegas mengatakan tidak ada kata damai terkait kasus tersebut, sebagaimana lansir detik.com.
Baca Juga: Perjalanan Kaya Inspirasi
“Tidak ada perdamaian atau pemaafan dalam hukum pidana,” tulis mahfud dalam twitternya Kamis (23/2/2023).
Lebih jauh Mahfud MD juga mendorong agar sang ayah dari Mario Dandy diperiksa. Sebab tidak semestinya anak seorang pejabat hidup dalam gaya hedonis dan foya-foya.
Permintaan Maaf
Ayah dari Marido Dandy, Rafael Alun Trisambodo yang merupakan Kepala Bagian Umum Kanwil (Ditjen Pajak) Jakarta Selatan II meminta maaf atas ulang sang anak. Rafael mengakui anaknya bersalah dan siap mengikuti proses hukum.
“Saya menyadari bahwa tindakan putra saya yang salah sehingga merugikan orang lain, mengecewakan, dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat,”ungkap Rafael dalam video yang diterima awak media.
Melalui pemberitaan media, Rafael juga menyatakan diri siap apabila ada pemeriksaan akan hartanya.
“Terkait pemberitaan mengenai harta kekayaan, sebagai bentuk pertanggungjawaban saya siap memberikan klarifikasi terkait harta kekayaan yang saya miliki,” kata Rafael.
Buruknya Jumawa
Jumawa merupakan sikap yang negatif. Sikap itu menjadikan seseorang merasa lebih baik, lebih tinggi dari orang lain. Kemudian memandang dan memperlakukan orang lain dengan pandangan rendah bahkan tidak mampu menghargai.
Dalam kamus jumawa artinya angkuh, congkak dan suka mencampuri urusan orang lain. Congkak adalah represntasi sikap memandang diri mulia, pandai, kaya dan seterusnya, sehingga merasa diri tidak apa-apa kalau sombong, pongah, dan angkuh.
Akhirnya orang yang jumawa menjadi sangat egois. Ia hidup dengan kaca mata kuda, yang benar hanya apa yang ia pandang benar.
Baca Lagi: Menjadi Dewasa
Namun demikian semua itu justru menjadikan orang yang jumawa jauh dari ketenangan hidup. Akhirnya dalam kehidupan sehari-hari mereka hanya mencari kepuasan dan kepuasan yang tidak jelas.
Nah, apakah MDS itu manusia jumawa? Kita tidak punya hak dan memang tidak boleh menstigma orang negatif. Akan tetapi, boleh jadi itu bagian dari indikasi sikap yang mungkin saja terkategori jumawa.
Dan, seperti kita lihat, akhirnya perilaku itu tidak membawa pada keuntungan. Alih-alih bahagia, MDS juga menyeret sang ayah masuk dalam perkara yang ia sama sekali tak pernah ayah MDS bayangkan.
Semoga kasus ini menjadikan semua pihak dapat lebih dewasa dan bijaksana. Sungguh dalam pandangan Tuhan, semua manusia itu sama. Tidak boleh ada yang merasa lebih kemudian seakan mendapat “mandat” boleh melukai dan merugikan orang lain. Itu tidak pernah ada!*