Sebagai manusia, kita tidak bisa lepas dari materi. Namun ketika materi menjadi tujuan, itulah awal dari berbagai macam soal bahkan depresi menyapa hidup seseorang.
“Buat apa uang banyak ngalir kaya air tapi hidup kaya gini, punya suami seperti ini,” itulah kalimat yang Koh Dennis rekam dari sang Ibu yang depresi. Bagaimana tidak depresi, sang ayah dari Koh Dennis tak pernah ada di rumah. Tidak bisa bertemu anak-anak dan bercengkrama seperti dahulu, sebelum materi mengalir deras.
Koh Dennis menulis, “Suasana di rumah menjadi amat sangat tidak mengenakkan. Kalau ayahku pulang pun, pasti bertengkar dengan ibuku. Dan ibuku menjadi sering sekali menangis. Jujur kadang aku takut kalau sampai ibuku bunuh diri”.
Dua ungkapan itu saya kutip dari buku Koh Dennis Lim “Perjalanan Mencari Allah” di halaman ke-32.
Takut Materi Berkurang
Sebelum itu saya bertemu dengan seorang mahasiswa yang skill mengemudi mobilnya sangat baik. Berkat kemampuannya itu ia pernah diajak oleh orang kaya. Mengantarkannya dari satu kota ke kota lain dengan panjang perjalanan 15 jam.
“Saya baru tahu, bahwa tak selamanya orang kaya itu mau berbagi. Pengalaman saya justru saya tidak mendapat sepeserpun dari jasa yang saya berikan. Meski begitu saya berusaha tidak menuntut. Saya yakin ini pelajaran dari Allah untuk saya,” katanya bercerita kepadaku.
Dari fakta itu saya berusaha menemukan titik-titik penghubung. Mengapa orang kaya, punya jabatan, masih mau korupsi. Boleh jadi, karena mereka takut materinya berkurang. Supaya tidak kurang, maka harus terus ditambah. Caranya? Ambil yang paling praktis, korupsi atau mencuri.
Sikap itu tentu saja buruk. Kalau Alquran mengatakan, orang yang takut berkurang materinya karena sedekah, infak atau bahkan zakat. Kelak akan mendapat siksaan tidak ringan. Itulah kandungan dari ayat ke-180 Surah Ali Imron.
Bagi Sepenuh Hati
Memiliki materi memang membahagiakan. Apalagi kita butuh terhadap hajat-hajat penting. Seperti memiliki rumah, punya kendaraan, biaya pendidikan anak dan seterusnya.
Akan tetapi harus tetap kita pahami, sumber kebahagiaan bukan pada materi. Ayah Koh Dennis bisa jadi studi kasus. Bahwa terlalu fokus mencari materi, apalagi dengan jalan tidak benar. Efeknya akan sangat buruk bagi kehidupan keluarga.
Lebih jauh, siapa pelit, ia akan menjadi orang yang memberatkan, membebani dan boleh jadi menganiaya orang lain. Oleh karena itu, dasar sikap takwa adalah sedekah.
Dan, sedekah terbaik adalah kepada yang berhak. Kalau ada orang yang kita gunakan jasanya, maka segera bayar. Bahkan Nabi SAW pernah memberikan peringatan, berikan segera sebelum keringat orang yang bekerja itu hilang dari badan.
Semoga Allah Ta’ala memberikan kita materi yang berkah. Materi yang kita peroleh dari cara yang halal dan kita belanjakan pada kemaslahatan dunia dan akhirat.*