Suatu waktu di akhir pekan, usai shalat Subuh saya membaca satu ayat Alquran. Saya mengindra Surah Thaha ayat ke-77. Dua jam setelahnya, saya berjalan kaki dengan istri. Dalam pengembaraan yang tak seberapa lama itu, kami mendiskusikan Alquran. Ternyata bisa ya, sambil berjalan, kita mendiskusikan Alquran.
Tetapi saya tidak akan bercerita tentang diskusi saya bersama istri.
Sisi yang penting saya bagi adalah tentang betapa hal-hal yang kita baca, dengar dan pahami, itu pula yang akan kita bicarakan.
Masih ingat ilustrasi yang sering Aa Gym ulang-ulang dalam ceramahnya?
Bahwa manusia tak ubahnya teko. Jika isinya teh, maka akan mengeluarkan teh. Kalau kita isi kopi, yang keluar juga akan kopi.
Orang Barat mengatakan, “You are what you say.”
Ya, Anda adalah apa yang Anda katakan.
Kita yang membaca novel, tidak mungkin bercerita tentang filsafat. Orang yang bacaannya kapitalisme tak mungkin berpikir dan berbicara tentang ekonomi Islam.
Baca Juga: Menjadi Bahagia
Benar kata Buya Hamka, manusia adalah budak kebiasaan.
Stress
Belakangan saya kerap mendapati kaum muda mengeluhkan apa yang mereka alami dalam diri mereka, mudah stress.
Setelah saya coba tanya, apa yang menjadi kebiasaan mereka sehari-hari, umumnya menjawab, scrolling media sosial.
Sebuah catatan menyebutkan, saat seseorang begitu lama scrolling, maka ia mudah terkena semacam kecenderungan pikiran negatif pada diri sendiri.
Lebih buruknya lagi, ia akan mengalami masalah percaya diri yang terus menurun, hingga kecemasan berlebih untuk masa mendatang.
Pertanyaannya mengapa? Boleh jadi karena memang yang dilihat dalam media sosial hal-hal yang tidak menjadikan kebutuhan intelektual, kejiwaan dan spiritual terpenuhi.
Sekiranya mereka senang membaca buku (kebaikan, bermanfaat), artikel atau bahkan memahami Alquran, hasilnya pasti bukan stress.
Jadi, apa yang kita hasilkan dalam kehidupan sehari-hari adalah buah dari apa yang kita perbuat secara terus menerus.
Aktifkan
Lalu bagaimana agar lisan kita mengeluarkan kalimat atau ucapan-ucapan yang baik?
Baca Lagi: Diri dan Kepemimpinan
Mulailah untuk aktif. Aktiflah membaca, memahami Alquran, mengupas sejarah kebaikan orang terdahulu dan coba peduli kepada apa yang terjadi saat ini.
Sebenarnya setiap orang itu aktif setiap harinya. Hanya saja ada yang aktifnya itu salah jalan. Seperti aktif scrolling.
Pilihannya sekarang bagaimana aktif pada kebaikan. Kalau memang tidak ada yang bisa kita lakukan dan ada kesempatan bertemu orang yang lebih baik, keluarlah dari kamar, temui mereka dan bercengkrama lah.
Nanti akan kita rasakan sendiri, bahwa semakin kita berusaha aktif dalam kebaikan, semakin bahagia itu bersarang kuat dalam jiwa.
Semakin Gus Baha, Ustadz Abdul Somad, Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz lainnya kita dengar, tanpa sadar nanti kita akan membahas tausiyah atau kebaikan dalam kondisi apapun, termasuk saat berjalan menuju lapangan futsal, kolam renang atau pun setelah bermain badminton. Coba saja!*