Setiap umat Islam tahu bahwa Allah adalah Tuhan. Allah Maha segala-galanya. Namun dalam kenyataan, kadang orang mengalami ragu dalam menjalani hidup. Apakah ini hal yang wajar alias normal? Bagaimanakah cara tepat mengatasinya?
Keraguan itu rasanya semakin meningkat kala diri dalam ujian hidup. Pengalaman hidup yang sulit, seperti kehilangan orang yang dicintai. Mulai kehilangan pendapatan pasti, hingga kondisi terpojok. Padahal merasa tidak salah dan lain sebagainya.
Saya kutipkan tulisan Yusrina Sri dalam buku “Tenanglah, Ada Allah” sebagai gambaran bagaimana orang yang ragu kemudian “marah”.
“Sungguh aku muak, sebenar-benar muak. Aku muak dengan diriku, keluargaku, temanku, pekerjaanku, dan atasanku. Aku muak dengan hidupku,” tulisnya pada awal bagian 1 dengan sub judul “Hidup Ini Melelahkan”.
Semua itu mungkin akumulasi dari ragu dan harap yang tak bertemu realitas. Kemudian menggumpal menjadi kekecewaan yang mendalam. Lalu bagaimana mengatasi keraguan yang semacam itu?
Mengatasi Keraguan
Untuk mendapat jalan keluar dari keraguan yang menguasai hati dan pikiran kita harus kembali melihat idealitas wahyu, Alquran. Sebagai cara terbaik menyerap sebanyak mungkin cahaya dari mukjizat akhir zaman itu.
Satu poin penting harus kita sadari betul adalah, kita ini hamba. Allah yang menciptakan manusia. Dan, tugas manusia hidup di bumi ini adalah untuk beribadah (QS. Adz-Dzariyat: 56).
Jadi, kita tidak perlu kecewa dengan apa yang menimpa kita berupa kesulitan, kesusahan dan kesedihan. Tetap fokus pada tugas utama, yakni beribadah.
Ibadah itu meliputi seluruh aktivitas kita. Mulai dari makan, minum, tidur, hingga mencari nafkah. Secara eksplisit ibadah juga tentang shalat, tilawah, dzikir, zakat, infak dan sedekah.
Kalau kita punya perhatian akan tugas utama, yakni ibadah kepada Allah, maka masalah yang mengiringi hidup kita hanyalah ujian. Jangan fokus pada ujian, tapi tataplah tujuan penciptaan kita sebagai manusia.
Seperti itulah Nabi Yusuf as, beliau tidak terjebak pada kedengkian saudaranya. Plus tidak punya keinginan mengeluh atas derita yang menghadang. Putra Ya’kub itu fokus pada tujuan, yakni beribadah. Kemudian membawa mimpi kemuliaan bagi umat manusia.
Dalam hal ini kita merasa butuh untuk terus menjaga niat. Bahwa apapun yang kita lakukan hanyalah untuk Allah. Itu cara terbaik memastikan hati kita tidak terguncang meski masalah menghadang. Yakin dan senyum, karena Allah pasti memberikan pertolongan.
Dekatlah dengan Alquran
Seperti HP yang jauh dari sinyal WIFI, koneksinya akan terbatas, terganggu bahkan mungkin terbatas.
Kita adalah HP itu dan Alquran adalah WIFI dari Tuhan. Kalau kita jauh dari Alquran, bisa dipastikan koneksi hati dengan Allah akan terganggu.
Jadi, atasilah keraguan itu dengan senang duduk dan bersama Alquran.
“Katakanlah: Jibril menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. An-Nahl: 102).
Perhatikan, ayat itu memiliki tiga kata kunci. Pertama iman. Kedua petunjuk. Ketiga kabar gembira. Kalau kita ingin lepas dari duka, ragu dan kecewa, dekatilah Alquran. Insya Allah segera kita akan mendapat kekuatan iman, petunjuk yang mengundang keyakinan, hingga ketenangan hati karena mendapat janji Allah akan segera tiba.*