Home Opini Kabur Aja Dulu, Bagaimana Cara Mendudukkannya?
kabur aja dulu

Kabur Aja Dulu, Bagaimana Cara Mendudukkannya?

by Imam Nawawi

Belakangan orang ramai mengulas tentang #kaburajadulu. Apa dan mengapa itu muncul, banyak pandangan. Saking banyaknya, situasinya seperti perempatan jalan tanpa traffic light di tengah kota. Tahu kan hasilnya? Klakson kendaraan bersahutan, mata setiap pengemudi ada yang saling melotot. Semua dalam perasaan, saya tidak salah.

Dalam tayangan televisi saya melihat ada yang pro dan kontra. Namun, sejatinya itu adalah strategi publik merespon “kerja” pemerintah. Mungkin publik memandang tidak tampak adanya perbaikan keadaan. Gitu-gitu aja, kata anak muda. Cari kerja sulit, yang bekerja gajinya kecil, mau usaha perizinannya “rumit”. Jadi, kapan mau sejahtera. Simpelnya seperti itu.

Kemudian, saat saya memburu berita, sangat beragam respon orang yang punya jabatan. Ada pejabat yang bilang, belum ada lonjakan orang ke luar negeri. Ini modelnya kok gitu, ada aspirasi dinanti ada tidaknya dalam bentuk aksi. Memang kalau benar-benar terjadi, akan siap?

Lebih jauh lagi ada yang komentar, itu hanya frustasi masyarakat bawah. Apakah kalau masyarakat tidak tinggi, aspirasinya tidak berarti? Lebih dalam lagi, katanya itu tak perlu kita tanggapi secara serius. Mungkin ia berpikir, apa gunanya tagar semacam itu.

Akan tetapi, Anies Baswedan memberi semacam penyadaran kepada anak-anak muda Indonesia. “Cinta itu diuji saat negara sedang menghadapi banyak tantangan. Wajar jika terkadang kita lelah, karena perjuangan tanpa istirahat itu bisa terasa berat,” kata Anies dalam sebuah video yang diunggah di akun X nya.

Asal Jangan Iman yang Kabur

Kita tahu, era sekarang, materialisme begitu kuat menyerang alam berpikir hampir setiap kepala manusia. Kesejahteraan menjadi tuntutan utama. Bagi rakyat ini adalah penting. Meski kita masih menunggu apakah pemerintah akan mampu mewujudkan itu dengan segera. Punya jurus apa para pemimpin di pemerintahan sekarang?

Secara prinsip, zaman sudah serba teknologi, apa masih bisa kita toleransi, “kerja-kerja” pemerintah yang lambat.

Walakin, ketika saya duduk bersama teman-teman, mengkaji perihal kepemimpinan dalam Islam, memang ada sikap mental penting yang harus kita jaga dalam hati, yakni bagaimana mensejahterakan iman di dada.

Iman adalah penyelamat hidup. Tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Tanpa iman orang bisa memandang maling itu bagus. Korupsi itu wajar dan benar. Bahkan orang yang baik itu tampak jahat dan harus diberantas. “Gak bahaya tah,” kata sebagian orang dulu.

Dalam hal pilihan hidup, mau ke luar negeri atau dalam negeri, mau cari kesejahteraan di manapun, jangan pernah abaikan keimanan. Kita butuh iman untuk sejahtera secara lahir dan batin.

Bagaimana caranya? Kalau kata Kang Maman dalam buku “Sundul Gan” sederhana. Perkuat saja STAF yang kita miliki. STAF yang artinya punya sifat siddiq, tabligh, amanah dan fathonah.

Kita harus terus mengedepankan sikap jujur, mampu menyampaikan dengan baik (kebenaran, aspirasi rakyat). Kemudian juga punya keberanian menyampaikan amanah. Serta yang paling utama cerdas.

Kalau kita pikir-pikir, Indonesia bisa kok memiliki pemimpin hebat. Asalkan kita sebagai pemilih mau cerdas dalam menggunakan hak pilih. Prinsipnya begitu, tapi itulah yang paling sulit bangsa ini miliki.

Sulitnya bukan karena kognisi belum memahami. Akan tetapi STAF-nya yang tidak kuat. Sebab memilih pun harus dari iman, hati nurani, akal sehat, dan progresivitas Indonesia. Begitu setiap kepala memilih pemimpin bukan dasar STAF, lalu pemimpin itu jadi, hasilnya akan membuat rakyat frustasi sendiri.

Memandang Ke Depan

Sekarang apa yang terbaik bagi kita? Kecewa kepada pemerintah itu wajar, apalagi kalau banyak bukti pemerintah memang masih belum bisa menjawab soal-soal masyarakat.

Akan tetapi, terus kecewa, diri kita sendiri yang hancur. Kita harus tetap pada kekuatan rasionalitas diri, tak selamanya bisa kecewa. Kita mesti punya agenda move on. Caranya?

Kalau Muslim, tetap shalat. Kencangkan kecintaan mentadabburi Alquran. Kemudian, kuatkan iman. Hidup ini ada dalam genggaman Allah, bukan yang lain. Bahkan bukan menteri atau presiden.

Tugas kita adalah bagaimana menjadi manusia yang punya niat mulia, memiliki skill yang baik, yang berguna untuk menunjang hidup. Kemudian, tidak mengisi waktu kecuali untuk kebaikan diri yang membawa manfaat bagi sesama.

Pemerintah, memang punya kuasa. Tapi fokuskan itu untuk hidup rakyat yang penuh gairah. Tidak perlu risau ini kritik atau saran. Intinya rakyat menunggu pembuktian.

Selain itu sejarah juga memberikan catatan, pemerintah yang baik, pasti mendapat cinta dari rakyatnya. Kapan itu terjadi, yakni ketika presidennya senafas, seperjuangan dengan seluruh rakyatnya.

Kalau sebatas ada yang kabur dari Indonesia, mungkin dia akan kembali. Tapi kalau ada yang kabur imannya, jalan kembali tak bisa begitu saja terbuka. Karena hidayah, tidak ada dalam pemilu, apalagi disediakan di situs perbelanjaan. Ia ada dalam dada yang tak pernah guncang, hanya karena Indonesia belum baik-baik saja.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment