Cuaca masih dingin. Jundi datang ke tempatku menginap semalam di Pesantren At-Taqwa Bandung Barat. Ia mengucapkan salam, lalu menyampaikan niatnya menemuiku setelah bersalaman. “Saya tertarik menjadi orang yang membaca dan menulis setiap hari. Saya melihat Mas Imam telah melakukan itu. Bagiamana langkah-langkahnya?”
Saya tersenyum dan mulai menarik napas panjang. Bukan kaget atau apa-apa, tapi biar ada jeda antara pertanyaan Jundi dengan jawabanku.
Bagiku membaca adalah perintah Allah SWT. Selain itu, membaca juga sangat memberikan keuntungan langsung yang begitu besar.
“Otak yang butuh amunisi ini bisa kita isi setiap hari, seperti tangki motor atau mobil yang selalu full dengan bensin atau solar. Sewaktu-waktu mau jalan, dekat atau jauh, kita tinggal gas,” saya menjelaskan.
Mengapa ada orang kaget menghadapi masalah, takut mengambil keputusan, semua karena besar kemungkinan orang itu kurang atau tidak mau membaca.
Kalau kita ingin maju 100 kali lebih cepat dari orang lain, maka tekunlah membaca.
Bukti Kekuatan Membaca
Membaca semua orang paham, itu adalah kunci utama yang membedakan bangsa unggul dari bangsa lain. Membaca pasti melahirkan pengetahuan, pola pikir, dan daya saing. Orang yang mau membaca artinya siap membuka wawasan dan mempercepat kemajuan ilmu.
Sejarah mencatat peradaban besar seperti Islam di masa Abbasiyah maju karena budaya membaca dan menulis. Sekarang, negara-negara maju seperti Jepang dan Finlandia menekankan budaya literasi sejak dini, menghasilkan masyarakat yang kritis dan inovatif.
Jadi, jangan tidak membaca. Membaca melatih logika, daya analisis, dan kreativitas. Bangsa yang banyak membaca mampu memahami realitas secara lebih mendalam dan mencari solusi efektif. Kemudian, bangsa dengan literasi yang tinggi akan mampu menciptakan individu yang berpikir mandiri, tidak mudah terprovokasi, dan mampu mengambil keputusan rasional.
Kesimpulannya menjadi ringkas. Bahwa jika sebuah bangsa ingin maju, literasi harus menjadi prioritas utama.
“Pertanyaanmu ini adalah gerbang menuju kesadaran untuk tindakan yang berdampak signifikan, terhadap kemajuanmu,” tegasku kepada Jundi.
Menulis Setiap Hari
“Lalu, bagaimana dengan menulis setiap hari,” Jundi mulai tak sabar.
Saya mengajak Jundi sedikit bergeser posisi berdirinya agar lebih rileks.
Membaca itu menangkap intisari bacaan. Caranya adalah dengan membaca aktif, merangkum, dan menulis langsung.
“Semua itu akan melatih otak berpikir kritis dan kreatif. Amalkan langkah-langkah ini secara konsisten. Insya Allah menulis setiap hari menjadi lebih mudah dan menyenangkan,” tuturku menegaskan.
Jundi manggut-manggut. Entah itu arti mengerti, setuju atau dia benar-benar akan melakukannya. Tak ada kalimat yang meluncur dari bibirnya, tapi kuharap dia tidak mengalami semangat yang luntur. Khawatir penjelasanku tidak sesuai dan terkesan takabur.
“Terimakasih, Mas Imam. Saya akan coba. Kalau ada kesempatan saya boleh ya, bertanya lagi,” katanya yang membuatku lega.*