Home Artikel Jika Indonesia itu Bus, Maka?
Jika Indonesia itu bus, maka?

Jika Indonesia itu Bus, Maka?

by Imam Nawawi

Jika Indonesia itu bus, maka?

Sahabat pembaca mungkin tidak sependapat, kalau Indonesia kita umpamakan bus. Terlalu sederhana, mungkin.

Tetapi kali ini saya akan memberikan pengalaman tentang perjalanan bus yang saya ikuti, rute Jakarta-Yogyakarta. Nanti akan ketemu garis korelasi antara Indonesia dengan bus pada satu titik.

Baca Juga: Sadar Sebagai Pemimpin

Sekarang kita mulai dari cerita. Betapa senang hati ini kala melihat bus yang kupilih, ternyata armadanya masih baru, double decker pula.

Jadi, ketika masuk ke dalam bus yang bagian bawah menyediakan layanan kursi lega nan nyaman untuk tidur, semakin kagum rasanya.

Meski itu bukan kursiku, setidaknya bus sudah berubah dari masa kecil dahulu. Saya melanjutkan langkah, menaiki tangga bus. Kursiku ada di lantai dua.

Kalau saja ada dua atau tiga tangga lagi, mungkin bus itu sudah mirip kapal laut. Tinggi sekali tentunya. Tidak aman kalau jalan di daratan.

Saya duduk tepat pada kursi nomor dua baris pertama di lantai dua bus berwarna merah hitam itu.

Posisi itu membuatku bebas memandang ke depan dengan sangat terang.

Fitur kursi berupa sandaran kaki, plus bantal dan selimut, membuat perjalanan kian menyenangkan.

Sesekali ketika bus melaju dengan kencang, sang supir tampak sering mengambil posisi lambat menginjak pedal rem, sehingga ketika jarak benar-benar dekat, baru roda bus terasa sekali kalau di rem. Menarik memang.

Lebih jauh, sang driver bus mampu meliuk sepanjang jalanan dengan sangat tenang.

Rata-rata penumpang yang terpejam nyaris sepanjang jalan, tak merasakan kalau mobil tinggi nan panjang itu melenggak-lenggok, kanan dan kiri dengan kecepatan tinggi.

Driver Indonesia

Izinkan saya mengumpamakan Indonesia ini seperti bus yang butuh driver piawai.

Driver yang kawak membuat penumpang menempuh perjalanan dengan tenang dan sangat nyaman.

Baca Lagi: Anak Muda Harus Siap Memimpin

Sang supir tidak perlu tengok kanan dan kiri untuk menentukan apakah pada perempatan kesekian harus kanan atau kiri. Ia hafal di luar kepala.

Lebih dari itu soal kapan memacu gas hingga kecepatan maksimal dan kapan mengerem secara tepat yang tidak menimbulkan keterkejutan penumpang juga sangat ia kuasai.

Bahkan driver dengan tenang lagi mudah meliuk ke kanan dan kekiri menyalip kendaraan lain dengan posisi yang benar-benar pas.

Prinsipnya, kalau penumpang Indonesia ingin laju perjalanan bangsa dan negara ini benar-benar aman bahkan selamat, maka kita butuh driver yang ulung bekerja.

Kita butuh sosok presiden yang memang punya visi, kapasitas dan teruji. Bukan presiden yang justru tidak becus dalam bekerja, inkompeten, dan lambat serta tidak superior.

Pilihan Sendiri

Dan, seperti bus, terserah kita mau pilih yang mana.

Semakin bagus bus, biasanya drivernya pun pilihan.

Begitupun soal memilih presiden ke depan. Bebas, kita bisa menentukan pilihan sendiri.

Sebagai makhluk berakal tentu kita akan memilih driver yang unggul, teruji bisa diandalkan menjalankan bus dengan cepat, baik, tenang dan aman.

Artinya, apakah nanti Indonesia akan memilih driver superior atau tidak tergantung rakyat Indonesia sendiri, mau driver atau presiden yang seperti apa.

Idealnya kita memilih presiden yang paham masalah, mampu menentukan rute tercepat meraih masa depan indah, tidak terpengaruh oleh penumpang yang mabuk, atau pun bergantung pada orang lain.

Dalam bahasa Rhenald Kasali, driver itu harus punya inisiatif, berani ambil langkah beresiko, responsive dan pandai membaca gejala.

Mau melayani, mau memahami, peduli dan berempati. Dan, mampu membawa rakyat Indonesia pada tujuan ideal.

Artinya kalau kita jadikan driver bus sebagai perumpamaan akan pentingnya Indonesia memiliki pemimpin yang andal, sudah cukup bagi rasio kita untuk melihat bahwa Indonesia benar-benar butuh driver unggul, pribadi, akhlak, intelektual dan kinerjanya.

Siapakah driver yang seperti itu?*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment