Home Hikmah Jerat Judi, Luka di Hati
Judi

Jerat Judi, Luka di Hati

by Imam Nawawi

Pagi itu, Minggu yang cerah di Desa Maur Baru, Muratara, Sumatera Selatan, mendadak kelam. TD (26), seorang ibu muda, tengah asyik memasak di dapur, menyiapkan “sarapan” untuk keluarga kecilnya. Tiba-tiba, suaminya, RS (33), datang dengan wajah kusut. Bukan sapaan hangat yang terlontar, melainkan permintaan uang yang sudah sering didengar TD. Namun, kali ini berbeda. TD yang biasanya sabar, kini hatinya sudah sampai di ujung tanduk. Ia tahu betul ke mana uang itu akan berlabuh, yaitu ke lubang hitam bernama judi online.

“Tidak!” Suara TD meninggi. Sudah cukup ia menahan perih melihat uang hasil jerih payahnya habis tak berbekas. “Aku sudah tak tahan lagi. Lebih baik aku pergi saja!” lanjutnya dengan nada putus asa.

Kata-kata itu bagai api yang menyulut amarah RS. Di ruang tamu, sebuah pisau dari dalam lemari menjadi saksi bisu kemarahan RS yang tak terbendung. Dengan kalap, RS kembali ke dapur, tempat di mana istrinya masih meluapkan kekesalan. Tanpa ampun, pisau itu menancap di pinggang TD, melukai tubuh dan hati sang istri.

Suami Memimpin

Uraian di atas adalah “ilustrasi” yang saya hadirkan atas sebuah berita yang membuat semua orang mengelus dada.

Bagaimana mungkin seorang suami yang harusnya menjadi pemimpin, justru destruktif tindakannya. Kepada istri yang seharusnya mengasihi dan melindungi, ia malah menganiaya bahkan nyaris membunuhnya.

Sebuah fakta hangat bahwa judi online benar-benar menumpulkan akal. Islam telah lama mengenalkan kita konsep haram. Yakni sebuah kepastian hukum atas pilihan dan tindakan terhadap hal yang merusak akal sebagai terlarang dan dosa.

Fakta empiris itu bisa jadi pembuktian bahwa Islam adalah jalan hidup (way of life). Tetapi kalau kita mengabaikan, dampaknya pun bisa langsung kita saksikan.

Mari terus iqra, read, dan membaca. Kata orang Jawa, “Monggo sareng-sareng maos.”

Penyesalan yang Terlambat

RS yang panik, melarikan diri ke rumah temannya, lalu bersembunyi di kediaman Kepala Dusun Desa Bingin Rupit. Tak lama, polisi berhasil mengamankannya.

Luka TD mungkin bisa sembuh seiring waktu, tetapi luka di hati dan trauma yang ditinggalkan, akankah mudah terobati?

RS, yang ternyata seorang residivis kasus pencurian dengan kekerasan, kini harus kembali berhadapan dengan hukum. Di balik jeruji besi, mungkin penyesalan akan datang menghantui. Namun, nasi sudah menjadi bubur.

Baca Juga: Anak Muda Berdakwahlah

Kisah pilu ini menyisakan tanya, berapa banyak lagi keluarga yang harus hancur karena jerat judi online?

Judi yang awalnya menjanjikan kesenangan, justru berujung pada kesengsaraan. Benarlah ungkapan Buya Hamka, pangkal hawa nafsu rasanya manis, tapi ujungnya pahit. Sebaliknya, pangkal akal rasanya pahit, namun ujungnya manis.

Pesan Allah dalam Alquran jelas, jangan pernah ikuti langkah-langkah setan (keburukan). Karena setan hanya menjerumuskan manusia pada kerusakan dan permusuhan.

Semoga kisah ini menjadi pengingat, bahwa kebahagiaan sejati tidak pernah datang dari jalan pintas yang merugikan. Kebahagiaan datang dari cinta, kasih sayang, dan tanggung jawab dalam keluarga. Lebih-lebih kalau semua itu tumbuh dari kesadaran akal yang berlandaskan iman.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment