Jika manusia hidup hatinya, maka ia akan tahu, bahwa bahagia atau duka bukanlah berangkat dari ketiadaan harta, namun lemahnya iman dalam dada. Oleh karena itu orang beriman mereka tidak terlalu fokus atau ambil pusing urusan dunia.
Hal itu karena orang yang hidup hatinya alias ada iman mengerti betul bahwa yang namanya dunia hanya sementara dan sifatnya ujian.
Lebih jauh, kesenangan hidup dunia hanyalah bunga kehidupan yang Allah hadirkan untuk menguji manusia.
Baca Lagi: Iman itu Langsung Aksi
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami uji mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Thaha [20]: 131).
Orientasi
Dengan demikian orientasi insan beriman ialah bagaimana hidup dengan fokus pada apa yang baik bagi hati dan keselamatan dunia dan akhirat.
Jadi, jangan malah terbalik, memandang perhiasan dunia sebagai yang utama dalam kehidupan fana ini.
Kalimat, “Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka…” jelas adalah larangan.
Artinya jauhi, jangan jadi fokus apalagi orientasi hidup. Sebab hal itu akan merugikan diri sendiri baik dunia maupun akhirat.
Menarik ungkapan Sufyan bin Uyainah bahwa siapa yang mendapatkan Alquran tetapi ia memilih sesuatu dari perkara dunia, maka sungguh ia telah merendahkan Alquran.
Membaca
Bahasan ini memberikan satu isyarat penting bahwa umat Islam harus banyak membaca, untuk memahami dan mendesain pola pikir diri mengarah pada keselamtan dengan iman.
Bukan malah bersedih hati, mengeluh, merasa benar dalam kesalahan, hanya karena diri tidak memiliki kekayaan.
Lihatlah bagaimana orang-orang yang sezaman dengan Nabi, yakni para sahabat.
Sekalipun mereka miskin mereka sangat tertarik untuk beramal, sedekah bahkan memberikan yang tersisa dalam keluarga untuk menjamu tamu Rasulullah SAW.
Kalau iman kacamatanya, mudah memahami pilihan hidup para sahabat Nabi itu. Tapi kalau duniawi kacamatanya, maka langkah itu akan menimbulkan pandangan aneh.
Oleh karena itu tidak heran kalau sebagian orang sekarang merasa benar tidak berinfak karena dirinya miskin. Padahal miskin kadang kala lahir dari mindset. Pada tataran ini kita harus sadar mengapa membaca Allah perintahkan pertama kali.
Bahagia
Dengan demikian dapat kita pahami bahwa bahagia memang soal iman, bukan ada atau ketiadaan harta.
Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam Fikih Tamkin menuliskan, “Sesungguhnya kehidupan dengan semua yang mengepungnya dari kenikmatan hidup, duka-derita, suka-cita, dan duka lara, bukanlah nilai (perkara) besar yang sesungguhnya.”
Baca Lagi: Asah Selalu Keahlianmu
Lebih lanjut ia menyebutkan, “Ini bukan pula barang yang menentukan hitungan untung dan rugi. Kemenangan itu sebenarnya tidak hanya terbatas pada kemenangan yang zhahir belaka. Ini hanya salah satu gambaran dari sekian bentuk kemenangan yang banyak jumlahnya.”
Jadi, pandanglah dunia sebagai sarana ibadah. Ada kita jadikan kebaikan dengan berinfak dan sedekah seluas-luasnya. Jika tidak ada, maka jangan bersedih, karena dunia pasti berakhir dan akhirat tidak ada batas akhirnya.*