Baru-baru ini saya bertemu tokoh penting Indonesia, Anies Baswedan. Ia memberi nasihat sangat penting. Yakni jangan terkecoh yang memukau di depan mata. “Kita harus bisa berpikir jangka panjang,” tegasnya.
Malam ini (8/5/25) saya membaca buku “Leaders Eat Last” karya Simon Sinek. Ia menulis judul bahasan dalam buku itu, “Tujuan Kita Harus Kasat Mata.”
Sinek menjelaskan karena manusia umumnya berorientasi visual. Lebih mengandalkan mata daripada indra lainnya. Padahal yang di depan mata kadang kala tak bermakna jauh.
Bagi Sinek tujuan kasat mata semacam visi yang benar, (terukur dan bisa terwujud) akan mengilhami orang untuk bekerja keras, mencapai visi tersebut.
Dalam kata yang lain, Anies menghendaki anak muda Indonesia mampu menjadikan apa yang terlihat oleh mata sekarang sebagai data yang harus kita olah secara kritis. Targetnya jelas agar bisa membangun masa depan.
Seperti membangun tower, kita butuh waktu dan sumber daya. Itu artinya, anak muda yang akan memimpin pada masa depan adalah yang menyiapkan diri dengan sebaik mungkin. Yaitu dengan memiliki kompetensi, integritas dan relevansi. Mulainya dari sekarang.
Hati Melihat yang Asli
Tetapi, tak semua yang kasat mata, sekali lagi asli. Seringkali itu hanya fatamorgana.
Mari kita perhatikan posisi Nabi Ibrahim as kala berhadapan dengan Namrud dan pengikutnya yang jahat.
Mereka bersepakat, memberikan pendapat bahwa Ibrahim harus dihukum. Bisa dengan cara dibunuh atau dibakar. Pilihan kedua jadi ketetapan. Nabi Ibrahim pun dibakar. Tetapi, Allah menyelamatkan Nabi Ibrahim as.
“Bunuhlah atau bakarlah dia”, lalu Allah menyelamatkannya dari api. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Ankabut: 24).
Kalau Nabi Ibrahim melihat realitas hari itu hanya dengan pendekatan kasat mata, mungkin goyah keimanannya. Tapi karena Nabi Ibrahim menjalankan perintah Allah dengan hati ikhlas. Maka Allah yang menyelamatkan kekasih-Nya.
Jadi, soal hidup saya kira penting untuk punya tujuan kasat mata sekaligus kasat (mata) hati.
Melihat dengan Mata Lahir dan Batin
Nabi Ibrahim adalah contoh nyata betapa pentingnya memiliki tujuan yang lebih dari sekadar apa yang terlihat secara fisik.
Ketika diperintahkan untuk mengorbankan putranya, Ismail, ia bisa saja menyerah atau ragu jika hanya mengandalkan pandangan kasat mata.
Namun, karena ia mengandalkan hati dan keyakinan kepada Allah, ia menjalankan perintah-Nya dengan penuh ikhlas, meskipun itu bertentangan dengan logika manusiawi.
Dalam konteks ini, tujuan yang digerakkan oleh keyakinan dan ketulusan hati lebih kuat daripada sekadar tujuan yang bisa dilihat dan diukur.
Secara ilmiah, hal ini juga terkait dengan bagaimana otak dan tubuh merespon tantangan yang tampaknya tidak masuk akal.
Oleh karena itu, dalam hidup, memiliki tujuan kasat mata yang jelas memang penting agar kita bisa fokus dan terarah. Walakin tak kalah pentingnya adalah memiliki tujuan yang dapat dirasakan di dalam hati.
Tujuan ini memberikan kekuatan batin yang dapat memotivasi kita untuk terus bertahan dan berjuang meskipun tidak semua hal bisa kita lihat secara langsung.
Dengan kombinasi keduanya—tujuan yang nyata dan tujuan yang dipenuhi dengan keikhlasan hati—kita dapat mencapai keberhasilan yang lebih holistik dan bermakna.
Dan, seperti apa yang kerap Ust. Aziz QM sampaikan, untuk unggul kita harus punya dua karakter dalam hidup ini. Yakni bekerja dengan profesional. Kemudian berjuang secara profetik.*