Dunia memang tempat ujian. Allah menegaskan cobaan itu setidaknya empat. Mulai dari rasa takut, kekurangan bahan makanan (lapar), kekurangan harta, dan kehilangan jiwa dari orang yang kita cintai, serta kurangnya buah-buahan. Meskipun kita mengetahui, kita kadang benar-benar khawatir, bahkan ragu apakah kita bisa lepas dari masalah itu. Apakah Allah akan menolong kita?
Mengatasi keraguan bukan hal mudah bagi siapapun juga. Terlebih pada era banjir informasi seperti sekarang. Orang yang tak berusaha meneguhkan iman pasti akan terombang-ambing oleh berbagai macam informasi yang kadang semua tampak rasional.
Masalah keraguan bukan ranah akal atau rasionalitas. Walakin wilayah hati yang idealnya terus terkoneksi dengan Allah SWT.
Terkoneksi dalam makna tak lepas dari semangat jiwa untuk yakin, patuh, tunduk dan taat hanya kepada-Nya. Namun ada satu jalan hebat untuk kita segera mendapat jawaban, yakni mengakui dosa-dosa dan meminta ampunan kepada-Nya.
Dosa Sumber Gelisah
Islam sangat mewanti-wanti umatnya untuk tidak mudah berbuat dosa. Sebab dosa merupakan faktor yang berkontribusi pada keraguan, membuat hati menjadi kotor dan menjauhkan seseorang dari keyakinan. Oleh karena itu, mensucikan jiwa adalah perkara yang harus terus kita perjuangkan.
Dosa adalah segala perbuatan yang bertentangan dengan kehendak dan perintah Allah SWT. Secara umum dosa terbagi dua: dosa kecil dan dosa besar. Meski begitu namanya dosa tetap buruk bagi jiwa. Dosa kecil sekalipun kalau terus menerus orang lakukan maka itu akan menjadi dosa yang besar.
Logikanya begini, orang tersengat oleh lebah kecil atau lebah besar, kalajengking kecil atau kalajengking besar, tetap sakit rasanya luar biasa. Termasuk terbakar oleh api kecil atau api besar, keduanya menimbulkan dampak besar bagi tubuh.
Dengan demikian setiap dosa kalau kita ibaratkan sengatan kalajengking, pasti akan membuat tubuh kita tidak nyaman. Dalam konteks dosa, hati kita yang mudah gelisah. Kata Nabi SAW ibarat cermin, satu dosa artinya satu titik hitam. Kalau titik itu terus menumpuk, maka cermin itu sudah tak bisa lagi kita gunakan.
Allah Pasti Menolong
Meski demikian Allah Maha Pengampun. Kita tak boleh putus asa apalagi putus harapan akan rahmat dan ampunan-Nya. Dalam arti yang lain kita harus terus beristighfar kepada-Nya.
Menarik apa yang Nabi Muhammad SAW sabdakan kepada kita. “Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula obatnya.” (HR. Bukhari).
Nah, dosa itu adalah penyakit, tepatnya penyakit hati. Obatnya apakah ada, mengingat tak ada apotek yang menjual obat untuk hati.
Obatnya tentu ada untuk kita semua yang beriman, yakni kuatkan iman dan lakukan amal-amal yang Allah perintahkan. Obat paling mujarab adalah Alquran itu sendiri.
“Katakanlah Alquran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang beriman.” (QS. Al-Fushshilat: 44).
Bukti Allah Maha Menolong
Kita tahu, salah satu kandungan Alquran adalah kisah orang-orang beriman yang teguh imannya kepada Allah.
Mereka yang Allah uji, lalu istiqomah, tidak goyah imannya, tidak pindah rel cara berpikirnya, akhirnya Allah datangkan solusi. Allah memberikan pertolongan yang membuat kebahagiaan menyelimuti hati orang-orang yang teguh.
Seperti Nabi Musa yang Allah selamatkan dari kejaran Firaun dan bala tentaranya. Kemudian Allah tenggelamkan Firaun ke dalam lautan bersama seluruh pasukannya. Itu adalah pertolongan Allah yang Maha Kuasa.
Pertanyaannya, apakah Nabi Musa mengetahui Allah akan membuat keputusan seperti itu? Nabi Musa bagaimanapun adalah hamba-Nya, ia tetap harus berusaha untuk yakin kepada-Nya dengan seteguh-teguhnya keyakinan.
Lalu bagaimana kalau sudah berdoa dan rasanya Allah belum menolong? Maka tetaplah kita berusaha untuk tetap dan terus berdoa. Karena berdoa adalah bukti kita yakin kepada Allah.
Dan, sungguh Allah tidak akan menyia-nyiakan keyakinan kita kepada-Nya. Maka tetaplah berdoa, karena bagaimanapun kita adalah hamba-Nya.*