Akhir pekan ini tak seperti biasanya penuh dengan padatnya aktivitas. Saya pun berkesempatan mengisi waktu dengan menonton film Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu. Satu pesan kuatnya pada episode 30 itu adalah nasihatnya kepada Amr bn Ash. “Ya, Amr, kenapa kau perbudak orang lain padahal mereka lahir merdeka?”
Betapa sering kita melihat orang di dunia ini begitu angkuh dan sombong lalu memandang orang lain tak ubahnya budak.
Diperlakukan semena-mena, dihargai dengan nilai yang rendah. Bahkan kadang kala dianggap eksistensinya tidak ada. Seakan-akan mereka bukan manusia.
Baca Juga: Menang itu Butuh Kesiapan
Padahal sebagai manusia, mereka yang lemah juga punya rasa ingin dihargai, dihormati dan tentu saja diperlakukan dengan akhlak yang mulia, sebagaimana orang-orang yang diberikan oleh Allah ujian berupa kekayaan dan kedudukan bahkan ilmu.
Nasihat Umar kepada Amr bin Ash itu disampaikan ketika ia baru saja menerima qishash atas perbuatannya memukul seorang warga Mesir dengan mengucapkan bahwa diri Amr adalah putra bangsawan kemudian memukul warga Mesir yang akhirnya mengadu kepada Umar.
Wibawa Pemimpin
Seorang pemimpin terkadang terjebak oleh keadaan dirinya yang selalu merasa harus dihargai dan dihormati.
Ketika itu terus mendominasi pikiran dan perasaan maka ia berpikir semua orang, bahkan dalam hal kemampuan tertentu harus lebih rendah darinya.
Kalau pun faktanya lebih unggul, maka jangan sekali-kali mengalahkannya. Jika itu terjadi maka ia akan memberikan hukuman dan pukulan.
Begitu pula yang hadir di dalam diri Amr bin Ash kala itu. Maka ketika berdua dengan Umar bin Khathab ia bertanya, mengapa dirinya diperlakukan seperti itu di hadapan rakyatnya, apakah itu tidak akan menjatuhkan wibawa dirinya sebagai pemimpin.
Dengan tegas, Umar memberikan penjelasan. “Wahai Amr… Wibawa seorang pemimpin tak bisa dengan kediktatoran. Tetapi dengan mengayomi rakyatnya, mencegah orang yang zalim, membela yang lemah, sehingga orang yang kuat akan sadar dan yang lemah akan merasa nyaman. Dan orang akan bersatu dalam satu kesatuan. Dan menghindari perpecahan.
Mereka akan melindungi pemimpinnya yang kuat dan adil. Agar ia bisa melindungi rakyatnya. Dan, semua itu tidak akan terjadi, kecuali jika sang pemimpin dan rakyat saling memahami.”
Menyayangi
Tugas kepemimpinan memang bukan perkara yang mudah. Abu Dzar pernah meminta amanah itu kepada Nabi, kemudian Nabi memberikan penjelasan bahwa ini bukan perkara mudah bagi Abu Dzar.
Memimpin berarti harus menyayangi, membela dan mencintai mereka yang lemah dan terzalimi. Jadi, kalau ada pemimpin tidak demikian, maka alamat ia akan menderita di akhir hidupya, di dunia bahkan di akhirat.
Baca Lagi: Mutu dan Kredibilitas Pemimpin, Bagaimana Kita Hadirkan?
Kisah di atas memberikan satu pelajaran penting bagi kita semua bahwa Allah Swt menciptakan setiap manusia.
Oleh karena itu sebagai sesama makhluk (ciptaan) Allah, manusia harus bisa saling menyayangi, walau pun berlimpah kuasa karena menjadi pemimpin. Bukan semena-mena dan merasa diri sumber segala kebenaran. Na’udzubillah.*