Saya sebenarnya sudah terbiasa menulis, tetapi benar-benar berdasarkan intuisi yang memancar. Hal itu membuatku seakan tak pernah mau berhenti atau lelah menulis, membaca dan belajar.
Meskipun ada orang menulis dalam kepentingan lain, misalnya jualan produk atau apapun, tampaknya jiwa saya memang tidak ke sana.
Akan tetapi, begitu seorang teman memberikan masimamnawawi.com saya diberikan beberapa paparan, perihal bagaimana sebuah tulisan dapat “berpengaruh” di pencarian google, sehingga mudah ditemukan dalam pencarian google dan lain sebagainya.
Sebenarnya ini bukan hal yang menarik bagiku. Tetapi setelah coba melihat tayangan di youtube dan sedikit penjesan teman, ternyata google dapat membantu saya untuk lebih fokus di dalam menulis dengan batasan minimal karakter dan sub bahasan yang relevan. Menarik juga, ada sisi positif yang bisa diperoleh.
Tetapi, ada juga yang membantah bahwa cara itu sudah usang, yang terpenting di dalam menulis di website adalah mengetahui karakter calon pembaca, kemudian memainkan judul semenarik mungkin dan susun dengan sistematika yang membuat orang ingin terus membaca dari A sampa Z. Bingung gak?
Baca Juga: BMH Jateng Gelar Pelatihan Jurnalistik dan Fotografi
Tapi inilah kehidupan, pelajari saja semuanya. Sembari terus menjaga niat dan keikhlasan.
Al-Jahiz mengatakan, ”Perhatikanlah, wahai para penulis, jika engkau melakukannya tanpa keikhlasan, tulisanmu akan seperti buih yang hilang, seperti tumbuhan di musim buah, yang akan terbakar oleh angin musim panas.”
Menulislah karena Allah
Menekuni dunia tulis menulis, baik yang diimplementasikan dalam bentuk artikel di website atau pun buku, sejatinya adalah pekerjaan mulia.
Bagi yang memang punya orientasi keuntungan, lakukanlah dengan sungguh-sungguh, terlebih dengan keuntungan itu bisa sebagian kita infakkan untuk membantu sesama.
Namun demikian, jangan semata-mata melakukan apapun untuk dan demi keuntungan duniawi belaka.
Sebab dalam hidup ini ada yang namanya keuntungan hakiki, keuntungan akhirat. Dimana boleh jadi sebuah naskah tidak menarik minat peng-iklan atau penerbit.
Namun kala itu dibaca oleh orang akan mendatangkan pencerahan, sehingga ia tersinari oleh indahnya cahaya Islam. Maka, bagi seorang Muslim, menulis adalah untuk dan demi serta karena Allah.
Seperti ungkapan Malik bin Anas, “Apa yang aku inginkan hanya ridha Allah semata, dan apa yang sudah kutulis dalam buku ini kuanggap seperti melemparkan sesuatu ke dalam sumur. Sesungguhnya sesuatu yang dikerjakan untuk Allah itu akan abadi.”
Baca Juga: Refleksi Akhir Tahun 2020 Mas Imam Nawawi Ingatkan Tujuan Besar dalam Hidup
Menulislah dengan Misi Dakwah
Menulis karena Allah tentu akan mendorong sang penulis untuk menyajikan pikiran-pikiran penting agar buah pikirannya menjadi penggerak roda dakwah.
Dan, dalam misi itu, setiap orang yang hendak menulis dituntut memahami fenomena apapun, kejadian apapun bahkan fakta apapun di dalam kehidupan ini dengan frame work Islam.
Dalam kata lain, kala menulis diniatkan untuk mendorong roda dakwah maka secara otomatis, penulisnya dituntut mengenal betul ajaran Islam dengan baik dan tentu saja merasakan keindahan ajaran Islam itu sendiri.
Jangan Tumbang Karena Omongan Orang
Memang, penting disadari bahwa kadang usaha kebaikan tidak semua orang bisa respek dan memberikan apresiasi.
Tapi tetap tenang, karena memang demikianlah salah satu hal yang pasti terjadi dalam kehidupan dunia ini.
Jangankan kita, Nabi Muhammad SAW saja ada yang tidak suka, membenci, bahkan memusuhinya. Jadi tetap tenang, jangan mau tumbang karena omongan orang yang tidak mendukung.
Lantas, bagaimana menghadapi orang yang seperti itu?
Belajar dari Pemain Sepakbola
Selanjutnya jika ada yang tidak simpatik dan memberikan komentar miring terhadap karya-karya kita, maka gunakanlah filosofi pemain sepakbola.
Kala tim lawan meremehkan tim kita, maka itu kesempatan mengasah kemampuan, bermain dengan tenang dan terus berupaya mengutamakan pergerakan tim, sehingga perlahan-lahan, lawan yang tadinya meremehkan kita akan melihat bukti nyata.
Jadi, begitulah kehidupan, bukti nyata itulah yang akan membuat orang percaya. Tapi, bukti itu butuh proses dan waktu.
Maka kuncinya satu, jangan pernah berhenti melakukan kebaikan. Apabila ada yang belum diketahui, pelajari, lakukan dan teruskan untuk mendapatkan keridhaan Allah Ta’ala.
Dan, siapapun bisa menggunakan prinsip ini, termasuk mereka yang menekuni dunia filantropi, sebab dasar dari setiap kebaikan adalah terus pelajari metodenya untuk dikembangkan dan tepat sasaran, sehingga kebaikan semakin massif dan benar-benar dapat dirasakan oleh semua.*
Mas Imam Nawawi Penulis Hikmah Republika
Bogor, 19 Jumadil Awwal 1442 H