Home Kajian Utama Jadi Orang Baik Ternyata Belum Cukup
Jadi Orang Baik Ternyata Belum Cukup

Jadi Orang Baik Ternyata Belum Cukup

by Imam Nawawi

Jadi orang baik ternyata belum cukup. Itulah pesan penting KH. Abdurrahman Muhammad dalam tausiyah di Masjid Ar-Riyadh Balikpapan pada 28 Muharram 1441 H (27-9-2019).

Lengkap kalimat beliau adalah seperti ini.

“Tidak cukup jadi orang baik kalau tidak pandai mengatur kehidupan. Di sinilah pentingnya ulama berjiwa pemimpin. Semua harus paham agama. Semua kebaikan itu datang dari Allah.”

Baca Juga: Proses Menjawab Harapan

Kalimat KH. Abdurrahman Muhammad itu mensyaratkan bahwa setiap Muslim hendaknya selalu ingat akan tanggung jawab kekhalifahan, sadar ikut memelihara kebaikan kehidupan dan alam ini.

Hanya kesadaran seperti itu yang membuat orang mudah melakukan amal kebaikan setelah ibadah kepada Allah Ta’ala. Karena ia memiliki kesadaran bahwa hidup harus memberi manfaat bagi sesama.

Kesadaran akan hal itu memungkinkan umat Islam secara keseluruhan memenuhi syarat untuk tampil sebagai umat terbaik dalam pandangan Allah. Yaitu umat yang tegak dalam amar ma’ruf dan nahi munkar.

Dan, semua dimensi itu membutuhkan satu kapasitas dan karakter yang kita kenal dengan istilah kepemimpinan.

Oleh karena itu, para mahasiswa, penuntut ilmu, harus menyadari bahwa selain memperoleh ilmu, mereka juga mesti memiliki karakter kepemimpinan.

Dampak Perubahan

Lebih jauh pesan KH Abdurrahman Muhammad itu menegaskan bahwa hadirlah dalam kehidupan dunia ini sebagai sosok yang mampu memberikan dampak perubahan.

Jamil Azzaini dalam artikel yang berjudul “Baik Saja Tidak Cukup” menjelaskan bahwa jadi orang harus mampu menghadirkan dampak perubahan.

Jadi tidak sebatas tidak korupsi, rajin ibadah ritual, rajin bekerja. Tetapi juga harus mampu memberi dampak besar bagi kehidupan, spesifik bagi perusahaan, instansi atau lingkungan sekitar.

Lebih jauh penulis buku “Kubik Leadership” itu mengatakan bahwa biasa orang menyebut orang seperti itu dengan beberapa kalimat.

Misalnya, “Baik sih, tetapi plonga-plongo.”

Kemudian, “Dia orang baik, sayang tidak punya nyali.”

Bahkan ada lagi, “Dia orang baik, tetapi sayang hanya menjadi boneka.”

Ungkapan lain masih ada lagi, “Dia orang baik yang cari aman.”

Harusnya orang hidup memiliki visi, memperjuangkan visinya. Melahirkan legacy bagi sesama, terutama kala kelak dirinya tiada.

Orang yang juga berhasil melakukan perubahan adalah yang siap menerima resiko. Artinya punya kegigihan dalam memperjuangkan kebaikan sebagaimana visi dalam hidupnya.

Puncaknya Jamil mengatakan bahwa boleh jadi seseorang sudah menjadi orang baik. Tetapi sebenarnya orang yang begitu adalah sosok egois. Namun ia tidak merasa egois.

Kaffatan Linnas

Misi yang tidak ringan bagi seorang kader Hidayatullah adalah bagaimana mampu menghantarkan indah dan nikmatnya ajaran Islam ini kepada seluruh umat manusia.

Semua santri dan kader Ustadz Abdullah Said sering mendengar bahwa Islam ini adalah kaffatan linnas, untuk segenap umat manusia.

Baca Lagi: Bangun Mentalitas Profetik

Hal itulah yang mendorong pendiri Hidayatullah itu punya langkah bersegera membangun jaringan Pesantren Hidayatullah di seluruh Indonesia.

Latar belakangnya jelas, karena kebaikan jangan hanya ada di Gunung Tembak, Balikpapan. Kebaikan harus menyebar ke seluruh pelosok negeri.

Fakta dari perjalanan 50 tahun pertama Hidayatullah inilah yang tampak menjadi penguatan dari KH Abdurrahman Muhammad, bahwa kader itu harus siap mental, menerobos apapun untuk menghadirkan kebaikan bagi umat, bangsa dan negara.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment