Istilah inisiatif kebangkitan saya temukan usai membaca pengantar dari Prof. DR. Ali M Ash-Shalabi tentang kebangkitan umat. Inisiatif kebangkitan ini yang saat ini tampak amat diperlukan agar keadaan yang tidak menentu ini dapat segera diakhiri.
“Kaum Muslimin sekarang tidak kekurangan sumber-sumber materi, spiritual dan pilihan-pilihan. Yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang bijaksana yang menguasai fikih inisiatif yang mampu memancarkan energi-energi masyarakat dan mengarahkannya menuju kesempurnaan dalam mewujudkan kebaikan dan tujuan-tujuan yang diharapkan.” (Bangkit dan Runtuhnya Daulah Bani Saljuk, halaman 19).
Kalimat di atas tampak sederhana namun butuh komitmen untuk mewujudkannya.
Baca Juga: Songsong Indonesia 2045 dengan Senang Ilmu
Seperti kepemimpinan yang bijaksana, ini memberikan satu petunjuk jalan bagaimana seharusnya umat Islam punya konsentrasi dan kesungguhan di dalam mengkader pemimpin yang unggul.
Pemimpin bukan karena ia cakap dalam pidato dan berasal dari kalangan tertentu. Tetapi yang memang layak menjadi pemimpin.
Sebagai gambaran, dahulu pernah Umar bin Khathab ra berkata tentang Amru bin Ash. Bahwa sosok Amru bin Ash ini selalu tepat kalau jadi pemimpin di manapun ia berada.
Mulai dari bentuk tubuh, cara berjalan dan bercakapnya, memberi isyarat bahwa Amru bin Ash diciptakan untuk menjadi amir atau penguasa.
Umar bin Khathab ra memilih Amru bin Ash sebagai gubernur Meseir karena ia memang berpikiran tajam, cepat tanggap dan berpandangan jauh ke depan. Di samping itu ia juga seorang yang amat berani dan berkemauan keras dan cerdik.
Siapa yang Konsentrasi?
Pertanyaannya sekarang ialah apakah ada dari umat Islam hari ini konsentrasi melahirkan pemipin yang bijaksana?
Melahirkan pemimpin bukan perkara mudah karena ia tidak cukup satu generasi. Membutuhkan keteladanan, komitmen dan kemampuan memberikan dorongan mental yang baik dan terus memantapkan hati untuk memimpin dengan kebijaksanaan.
Kembali pada ungkapan Ali M. Ash-Shalabi, bahwa kita butuh kepemimpinan yang bijaksana yakni kepemimpinan rabbani.
Pemimpin yang demikian akan menguasai fikih inisiatif dengan baik, lalu mampu menghubungkan antara benang-benang dan rencana-rencana serta mensinkronkan antara bakat-bakat dan energi-energi yang ada untuk menjadi satu kekuatan penggugah, penggerak dan pendobrak.
Tetapi tugas ini tidak mudah mengingat umat Islam terus mendapatkan berita dan wacana yang justru membuat sebagian umat Islam sibuk merespon, bahkan tidak jarang satu sama lain mulai mengambil posisi berhadap-hadapan untuk pertengkaran.
Iktiar Tanpa Henti
Meski demikian tidak ada langkah bijaksana yang penting kita ambil melainkan dengan ikhtiar tanpa henti.
Umat Islam dengan beragam komponennnya harus berusaha terus-menerus menempa para junior dan anak asuhannya untuk siap menjadi pemimpin harapan masa depan..
Baca Lagi: Pemuda Mau Kemana?
Dalam hal ini memang butuh terobosan, fokus dan tentu saja konsentrasi, sehingga dalam masa 20 tahun lebih nanti, katakanlah 2045 umat Islam sudah siap tampil dengan pemimpin-pemimpin muda yang bijaksana dan menguasai fikih inisiatif alias inisiatif kebangkitan.
Oleh karena itu sudah saatnya menghentikan narasi pesimis, yang cenderung menyepelekan, menyalahkan dan penyikapan yang negatif terhadap langkah dan kiprah generasi muda yang punya kesabaran melatih diri dalam kebaikan dan kepemimpinan.
Seperti Rasulullah SAW yang membina anak-anak muda calon pemimpin umat kala itu, tidak dengan kemarahan dan keburukan sikap lainnya. Beliau justru terus memperbaiki anak-anak muda dengan iman, ilmu dan keteladanan.
Jadi, kalau sahabat-sahabat Nabi unggul, itu karena memang Rasulullah SAW menanamkan kebaikan dengan ilmu dan keteladanan. Di saat yang sama anak-anak muda itu memang secara mental telah siap dan menyiapkan diri untuk menjadi pemimpin yang sangat kaya akan inisiatif kebangkitan. Kalau hari ini tidak sama dengan masa itu, itu tidak boleh menjadikan kita berhenti ikhtiar.*