Seorang pemimpin akan terlihat kualitasnya dari apa yang digemari. Jika kegemarannya adalah ilmu dan karena itu senang dengan diskusi ilmiah, maka ia potensi menjadi pemimpin yang mengubah dan menggugah.
Ini bisa dibuktikan dari lembaran sejarah. Sayang banyak generasi muda sekarang tidak begitu gemar menelusuri lembaran buku-buku sejarah.
Saya mendapati di antaranya adalah Abu Yusuf Ya’qub Al-Manshur Al-Muwahhidi. Ia adalah sosok pemimpin di era keemasan Pemerintahan Muwahhidun pada 554-595 H/1160-1199 M.
Baca Juga: Jangan Pernah Membenci Nasihat
Pemilik gelar Al-Manshur itu memang memiliki track record yang mengagumkan dalam leadership. Prof. DR. Raghib As-Sirjani menuliskan hal itu pada buku Bangkit dan Runtuhnya Andalusia.
Pemimpin yang Berhasil
Pemilik gelar Al-Manshur itu memang bukan pemimpin karbitan. Sejak belia ia telah berhasil melakukan banyak hal yang membanggakan dalam hal leadership.
“Dia sukses mengangkat tinggi-tinggi kharisma pemerintahan, mengibarkan bendera jihad, dan menegakkan neraca keadilan.
Ia membawa masyarakat pada hakikat syariat, memerhatikan urusan-urusan agama, bersifat wara’ dan tekun melaksanakan amar makruf nahi munkar.
Ia menegakkan hukuman-hukuman dengan tegas, sekalipun terhadap keluarga dan kerabat terdekatnya sendiri. Sama seperti yang ia tegakkan kepada segenap rakyat.
Kata As-Sirjani, ia memiliki kepribadian yang kuat. Karena itu ia dianggap sebagai pemimpin di masa keemasan Muwahidun.
Gemar Diskusi Ilmiah
Jika ditelusuri lebih jauh, apa yang menjadikan Al-Manshur selalu tampil dengan prestasi dan keberhasilan, maka hal itu tidak lepas dari kegemarannya.
Baca Lagi: Pesan Gus Hamid Hadapi Pandemi dengan Kekuatan Wahyu dan Akal
Di antara kegemarannya di luar ibadah yang sangat kuat ialah diskusi ilmiah. Bahkan bila ada diskusi tidak ilmiah dia lebih memilih pergi dan menjauh.
As-Sirjani menuliskan, “Ia menghindari acara-acara diskusi yang tidak ilmiah, dengan debat kusir belaka yang marak terjadi pada masa-masa akhir pemerintahan orang-ornag Murabithun dan masa-masa awal pemerintahan Muwahidun.”
Jadi, bisa diambil pemahaman bahwa di antara sebabnya kemajuan pada satu bangsa dan negara ialah hadirnya para pemimpin yang suka dengan ilmu dan gemar pada diskusi ilmiah.
Bukan yang asal bapak senang dan segala hal yang menjadikan dirinya justru tampil salah dan kehilangan wibawa di depan khalayak.
Dari kisah historis ini juga kaum muda milenial harus juga mulai senang dengan diskusi-diskusi ilmiah, sehingga kala kelak memimpin dapat membawa perubahan dan kesejahteraan serta keadilan bagi seluruh masyarakat.*