Jika rumah ada pintu dan pintu ada kuncinya, maka bahagia pun demikian. Ada kunci hidup bahagia. Tidak bisa tidak untuk mendapatkan kunci hidup bahagia adalah dengan iman, ilmu dan amal sholeh. Sayang kunci hidup bahagia ini belum banyak yang menyadari apalagi benar-benar memiliki.
Betapa banyak orang meratap, mengeluh dan galau. Hendak pergi, hujan turun, ia pun merintih. “Baru mau jalan, hujan, hadeh…” Begitu pun sebaliknya, kala ada keinginan keluar rumah dan ternyata mentari begitu menyengat maka ia pun mengaduh. Bahagia pada orang seperti ini akan jauh, karena ia tidak memiliki kuncinya.
Kunci bahagia itu sudah diumumkan jauh-jauh hari oleh Allah dan Rasul-Nya, yakni dengan bersyukur. Bersyukur itu menyadari bahwa ada limpahan nikmat yang sangat mendasar yang Allah berikan kepada kita tanpa harus meminta, berdoa atau pun ibadah dan beramal.
Seperti nikmat iman, sehatnya badan, jernihnya pikiran dan beningnya hati. Semua itu adalah nikmat yang harusnya mengantarkan diri selalu bahagia dan progresif dari waktu ke waktu.
Baca Juga: Bahagia Menikmati Proses Perjuangan
Jadi, bersyukur itu menghindari seseorang dari pikiran buruk dan perasaan jelek hanya karena sebuah keadaan yang tak sesuai keinginan dan harapan. Ketika hendak pergi dan tak lama hujan turun, maka ia sadar, hujan itu rahmat Allah dan tak mungkin dikendalikan apalagi disesuaikan dnegan keinginan masing-masing orang.
Di sisi lain, syukur akan menjadikan seseorang mengerti bagaimana memiliki perspektif benar, husnudhon billah dan menggugah, sehingga energinya tidak tiba-tiba drop dan lemah semangat.
Melimpah
Sederhananya orang bersyukur itu akalnya tetap sehat, hatinya tetap jernih dan ia tidak pernah dilanda oleh keluh kesah, putus asa, pesmistis atau pun apatis.
Seperti Nabi Yusuf Alayhissalam, yang sejak kecil telah mendapati ujian demi ujian berat. Mulai dari dilempar ke sumur hingga menjadi budak dan dijual-belikan, lalu difitnah dan akhirnya mendekam dalam penjara.
Nabi Yusuf tetap bersyukur, yakni tetap optimis bahwa mimpi besarnya yang diterima saat kecil dan disampaikan penjelasannya oleh sang ayah Nabi Ya’kub alayhissalam benar-benar akan terwujud. Maka, Nabi Yusuf terus berjuang bagaimana kenyataan itu sampai dalam hidupnya.
Jadi, bersyukur menjadikan seseorang yakin akan janji Allah dan nikmat yang terus melimpah dalam hidupnya atas kemurahan-Nya.
Selain itu, bersyukur mendorong setiap jiwa menampakkan pengaruh baik dari nikmat Allah yang adda dalam dirinya, sehingga orang lain dapat mengambil pelajaran, semangat bahkan solusi dalam menghadapi permasalahan hidupnya.
Kuatkan
Dalam menghadapi masalah rumus penyelesaiannya bukan pada keluhan, kegelisahan dan pesimis. Tetapi memperhatikan apa yang bisa dikuatkan di dalam diri.
Seorang pelajar yang banyak berhadapan dengan tugas virtual, hendaknya tidak sebatas kesal karena merasa ribet dan sebagainya.
Baca Juga: Jadilah Guru Sejati
Coba lihat apa yang mungkin dikerjakan lebih dahulu dan apa kekurangan yang harus diatasi agar enjoy dalam menjalankan tugas, sehingga dalam waktu berikutnya tugas bukan lagi beban, tetapi tantangan yang menggugah.
Dalam konteks yang lebih umum, permasalahan yang menimpa seseorang hendaknya tidak melalaikan diri dari mengingat dan melihat nikmat yang telah Allah berikan.
Sahabat saya Syaiful Anshor menulis dalam bukunya yang membahas soal Bersyukur Tanpa Kendur, “Fokuslah pada nikmat yang telah diberi sembari melejitkan potensi yang ada. Jangan pernah merasa gundah gulana berkepanjangan.”
Belajarlah pada orang Palestina di Gaza, mereka tidak punya rumah, tidak bisa tidur seperti kita, dan sewaktu-waktu bisa kena serangan bom ‘Israel’ tetapi kala ditanya apa kabar, mereka mengatakan, “Alhamdulillah.” Keren bukan!*
Mas Imam Nawawi_Ketua Umum Pemuda Hidayatullah