Umat Islam adalah umat terbaik. Ini bisa jadi memiliki signifikansi bahwa jika umat Islam baik, maka dunia akan baik. Jadi penting menyadari hal itu sebagai pengingat bahwa karakter Muslim itu memang kuat dan pemenang.
Muslim bukanlah sosok yang mudah lelah, gampang menyerah dan gemar berpangku tangan. Sosoknya mencurahi arti. Menggenapkan dalam pertemuan. Mengganjilkan ketika absen dalam perkumpulan.
Tetapi seperti apa konkretnya muslim dengan karakter pemenang itu?
Baca Juga: Inilah Dia Ertugrul
Patrick Romawi Gregorius
Patrick Romawi Gregorius adalah sosok musuh Islam. Pada tahun 1237 H/1821 M ia harus menerima vonis hukuman mati di Istanbul atas perbuatannya berkhianat.
Dalam buku karya Prof Muhammad Khulaif Ats-Tsunayyan yang berjudul “Ertugrul,” Patrick menginformasikan perihal bagaimana profil Muslim Turki kala itu.
Bisa kita katakan, Patrick memberikan peringatan kepada kalangannya sendiri, termasuk kepada Alexander yang kala itu Kaisar Rusia, jangan coba-coba berhadapan dengan orang Islam.
“Merupakan tindakan mustahil mengalahkan orang-orang (Islam) Turki secara materi (militer), dan memenangkan perang melawan mereka; karena orang-orang Turki merupakan kaum yang sangat sabar, percaya diri (superior) memiliki jiwa yang terhormat, dan memiliki kompetensi yang prima untuk melakukan perlawanan.”
Mari kita telisik kalimat itu lebih dalam. Ada kata sabar, percaya diri, jiwa yang terhormat dan kompeten.
Ungkapan seorang Patrick Romawi Gregorius itu bisa kita jadikan timbangan, apakah empat kata itu telah ada dalam diri kita.
Apakah kita sabar, apakah kita punya percaya diri terhadap ajaran Islam, apakah jiwa kita terhormat atau terpenjara oleh ilusi kosmik.
Dan, apakah kita punya kompetensi yang umat Islam butuhkan, bangsa dan negara juga sangat dambakan.
Sederhananya, kalau empat hal itu belum ada, berarti belum ada bekal untuk menjadi Muslim pemenang.
Betapapun orang sibuk, punya visi, selalu tampil di atas podium, kalau empat hal minimal itu tidak terlihat, masih harus masuk ke dalam ruang-ruang penempaan diri.
Kunci Utama
Namun ada yang secara lebih spesifik Patrick Romawi Gregorius
lihat dalam diri umat Islam Turki. Yakni sikap loyal dan patuh pada kepemimpinan.
Menyaksikan realitas itu, Patrick Romawi Gregorius memberikan saran bahwa harus segera ada upaya mematahkan itu semua.
Baca Lagi: Yuk Mendekati Sejarah
“Karena itu, langkah yang perlu dilakukan adalah mematahkan sikap loyalitas dan kepatuhan mereka, menjauhkan mereka dari nilai-nilai dan ajaran agama mereka dan memperlemah komitmen-komitmen mereka terhadap ajaran agama.”
Dan, pada era seperti sekarang, orang cenderung mudah silau dengan diksi kebebasan. Lebih baik sendiri daripada hidup dalam jama’ah. Tidak ribet, simple.
Tetapi secara hakikat, cinta Allah akan turun kepada umat Islam yang bersatu, berjama’ah, seakan-akan mereka bangunan yang kokoh.
Artinya, jangan pernah merasa cukup jadi Muslim yang baik kalau hidup tercerai-berai. Jamaah hanya kita pahami soal sholat wajib di masjid.
Substansi dari hidup berjamaah adalah bagaimana kita eksis dalam kepemimpinan yang kuat dan kokoh. Ini tidak mudah, tetapi bukan hal yang mustahil.
Hanya saja ini juga jadi PR bagi para pemimpin bahwa mereka jangan hanya bisa tampil sebagai sosok narator norma, tetapi harus mampu tampil sebagai sahabat perjuangan bagi umat Islam.
Sebagaimana Rasulullah SAW bergaul dengan siapapun, termasuk orang kelas bawah sekalipun.
Tidak akan turun derajat Nabi SAW hanya karena duduk bercengkrama dengan mereka yang butuh kepada hidayah walau dari kalangan bawah. Umar bin Khattab pun biasa berdialog dengan anak penggembala.*